GEMPA BUMI



GEMPA BUMI DI INDONESIA

Bambang Hendro Samekto

Gempa bumi adalah salah satu ancaman bahaya bencana alam yang dapat menimbulkan risiko terhadap kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Secara umum wilayah Indonesia merupakan wilayah rawan gempa bumi. Potensi rawan gempa bumi ini disebabkan oleh posisi Indonesia yang merupakan pulau-pulau terletak di antara lempeng Indo-Australia, Euro-Asia dan Pasifik.

Diketahui bahwa pulau-pulau Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua terletak pada pertemuan tiga lempeng (kulit bumi) aktif, yaitu: lempeng Indo-Australia di bagian selatan, lempeng Euro-Asia di bagian utara dan lempeng Pasifik di bagian timur. Ketiga lempengan tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Euro-Asia dan menimbulkan gempa bumi tektonik, jalur gunung api, dan sesar atau patahan kulit bumi. Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara bertemu dan menunjam ke bawah lempeng Euro–Asia yang bergerak ke selatan. Pertemuan dan penunjaman kedua lempengan ini menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang sejajar dengan jalur pertemuan kedua lempeng itu.

Di samping itu jalur gempa bumi juga terjadi sejajar dengan jalur penunjaman dan pada jalur sesar (patahan) regional seperti sesar (patahan) Sumatera. Oleh karena itu Indonesia yang terletak di zona gempa bumi yang mempunyai potensi gempa bumi tinggi, khususnya di daerah sepanjang pantai. Tingginya potensi gempa bumi ini ditandai dengan lebih dari 7 peristiwa bencana atau sekitar 25 % dari semua bencana alam di Indonesia disebabkan oleh gempa bumi. Tingginya potensi gempa bumi di Indonesia juga tercermin dari sering terjadinya gempa bumi di Indonesia. Dengan demikian Indonesia dikategorikan sebagai wilayah gempa bumi dengan tingkat risiko yang tinggi.

Data menunjukkan bahwa gempa bumi terjadi di beberapa provinsi Indonesia. BNPB (http://www.dibi.bnpb.go.id) mencatat sampai dengan Oktober 2016, telah terjadi 10 kali gempa bumi. Adapun total korban akibat gempa bumi terdapat 2 orang meninggal, luka-luka 42 orang, dan menderita/mengungsi 972 orang. Sementara itu kerusakan rumah akibat gempa bumi diketahui ada 970 rumah rusak berat, 1.036 rusak sedang, 3.036 rusak ringan. Sedang fasilitas publik yang rusak ada 3 fasilitas kesehatan, 5 rumah peribadatan dan 10 fasilitas pendidikan. Di samping itu terdapat banyak infrastruktur yang rusak akibat gempa bumi, seperti jalan, jembatan, saluran listrik, saluran irigasi, dan sebagainya. (Data belum diperbarui).

Gempa bumi kuat berskala 6,5 Skala Magnitude telah terjadi di Kabupaten Pidie Jaya, Pidie dan Bireuen, Aceh, pada 7 Desember 2016 pukul 5:03 pagi. Gempa ini terjadi sekitar 10 km di dasar bumi sehingga tidak menimbulkan tsunami. BNPB (9/12/2016) melaporkan gempa ini telah menewaskan 100 orang dan satu orang dilaporkan hilang serta terdapat 136 orang luka berat dan 616 orang luka ringan. Ada 234 bangunan kantor dan ruko, 429 rumah tinggal, 18 masjid, 4 sekolah dan 1 RSUD rusak berat. Gempa ini juga telah merusak jaringan listrik dan saluran air bersih, jalan serta jembatan.

A. PENGETAHUAN TENTANG BENCANA GEMPA BUMI

1. Pengertian

Gempa bumi adalah bergucangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan atau penunjaman antar lempeng bumi, letusan gunung api atau runtuhan batuan. Gempa bumi yang sering terjadi di Indonesia adalah akibat tumbukan atau penunjaman antar lempeng bumi. Gempa bumi ini disebut gempa bumi tektonik.

2. Penyebab

Gempa bumi disebabkan oleh:

• Gempa tektonik akibat proses pergerakan kulit atau lempeng bumi. • Aktivitas pembelahan di permukaan bumi. • Pergerakan tanah secara lokal, contohnya terjadinya tanah longsor atau runtuhan tanah. • Aktivitas gunung api. • Ledakan nuklir.

Mengukur kekuatan gempa Sekarang BMKG mengukur kekuatan gempa dengan menggunakan skala Magnitudo Moment (MW) yang dikembangkan oleh seimolog Jepang bernama Hiroo Kanamori dan seismolog Amerika Serikat bernama Thomas C. Hanks pada 1970. Saat ini pengukuran gempa dengan Scala Richter tidak dipakai lagi.

Ukuran Skala Magnitudo menggambarkan besarnya energi seismik yang dipancarkan oleh sumber gempa dan hasil pengamatan seismograf. Skala Magnitudo memberi ukuran lebih akurat dalam mengukur kekuatan gempa khususnya untuk ukuran gempa bumi yang sangat besar.

Skala Magnitudo Gempa adalah sebagai berikut:

1. 2,5 atau kurang – gempa tidak terasa tapi tetap dapat direkam seismograf. 2. 2,5 – 5,4 – gempa dapat dirasakan tapi hanya menyebabkan kerusakan kecil. 3. 5,4 – 6,0 – gempa terasa dan dapat menyebabkan kerusakan kecil pada bangunan dan struktur lain. 4. 6,1 – 6,9 – gempa terasa dan dapat menyebabkan banyak kerusakan pada bangunan di daerah berpenduduk banyak. 5. 7,0 – 7,9 – adalah ukuran untuk gempa bumi besar dan menyebabkan kerusakan parah. 6. 8,0 atau lebih besar – adalah ukuran untuk gempa hebat dan dapat menghancurkan pemukiman penduduk yang berada di dekat pusat gempa.

Pada 15 Januari 2021 pukul 01.28 WIB terjadi gempa yang berpusat pada 6 km Timur Laut Majene, Sulawesi Barat dengan kekuatan Magnitudo (M) 6,2.

4. Kerugian, Korban dan Kerusakan akibat Bencana

Gempa bumi sebenarnya tidak menyebabkan kematian atau luka. Timbulnya korban disebabkan oleh runtuhan bangunan, tertimpa benda yang jatuh, kecelakaan lalu lintas dan kepanikan massa. Namun tetap dapat dikatakan bahwa akibat gempa dapat menimbulkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, baik milik perorangan maupun milik umum.

Ini dapat mengganggu dan bahkan melumpuhkan kegiatan sosial dan ekonomi penduduk. Manusia akan meninggal, hilang, sakit, luka dan mengungsi. Prasarana umum, sosial dan ekonomi serta transportasi yang rusak, roboh atau hancur, seperti: jalan, jembatan, angkutan umum, sekolah, rumah ibadah, pasar, gedung pertemuan, puskesmas, rumah sakit, fasilitas pemerintahan, industri, jasa, serta prasarana pertanian dan perikanan serta pengairan.

Secara umum gempa bumi akan merusak dan menghancurkan:

• Perkampungan padat rumah dengan konstruksi bangunan yang lemah. • Bangunan tidak tahan gempa dengan desain teknis yang buruk, bangunan tembok tanpa penguatan dengan besi beton. • Bangunan dengan atap yang berat. • Bangunan tua dengan kekuatan dan kualitas yang rendah. • Bangunan tinggi yang di bangun di atas tanah tidak padat dan tidak memenuhi standar terbaik arsitektur bangunan. • Bangunan di atas lereng yang tidak stabil atau lemah. • Jalan raya atau jembatan di atas tanah labil atau tanah timbunan. • Bangunan industri kimia yang dapat menimbulkan bencana ikutan.

  1. Gejala dan Tanda Gempa bumi terjadi secara mendadak. Belum ada metoda untuk pendugaan akan terjadinya gempa bumi secara akurat. Tanda-tanda terjadinya gempa: Jika berada di dalam ruangan • Semua benda yang bergantung bergoyang bahkan berjatuhan. • Semua benda yang berdiri atau terletak di atas meja bergeser dan berjatuhan. • Tubuh terasa digoyang sehingga bisa hilang keseimbangan. Jika berada di luar ruangan • Pohon, tiang listrik, jembatan dan gedung bergetar. Jika getaran sangat kuat akan mengakibatkan tumbang dan roboh. • Retakan atau rekahan akan terlihat jelas pada permukaan tanah, dinding bangunan, dan jembatan.
    1. Tindakan yang Dilakukan Sebelum, Pada Saat dan Sesudah Terjadinya Bencana a. Sebelum terjadi gempa bumi • Kenali lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja. • Tanyakan kepada konsultan bangunan Anda, apakah rumah atau tempat kerja Anda cukup kuat untuk menahan guncangan gempa bumi. Perhatikan apakah di sekitar rumah dan tempat kerja Anda terdapat bangunan lain, tiang listrik, menara, tebing yang dipekirakan akan runtuh jika terjadi gempa bumi kuat. • Pelajari peta evakuasi, berapakah jarak, ketinggian, posisi rumah dan tempat kerja Anda dari permukaan laut. • Pelajari cara dan jalur evakuasi untuk anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas – orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik). • Pelajari program penanggulangan bencana dari pemerintah setempat. • Perhatikan letak pintu, lift, serta tangga darurat. • Persiapan rutin pada tempat tinggal dan tempat kerja. • Perabotan (lemari, lemari hias, dan lain-lain) diatur menempel pada dinding (dipaku/diikat) untuk menghindari jatuh, rubuh, bergeser pada saat terjadi gempa bumi. • Selalu mematikan aliran air, listrik, dan gas apabila tidak digunakan. Penyebab kecelakaan yang sering terjadi pada saat gempa bumi adalah akibat kejatuhan benda. Oleh karena itu lakukan hal berikut: • Atur benda yang berat sebisa mungkin berada pada bagian bawah. • Periksa kestabilan benda yang tergantung (lampu, jam dinding, dan lain-lain) yang dapat jatuh pada saat gempa bumi terjadi. b. Saat terjadi gempa bumi Jika berada di dalam ruangan • Cari perlindungan di bawah benda yang kokoh atau perabotan yang tidak mudah patah. • Bila tidak memungkinkan, cari perlindungan dekat dasar dinding. • Lindungi kepala dengan tangan anda. • Sedapat mungkin lindungi anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • Jangan berlindung dekat jendela atau benda yang menggantung. • Berlari keluar apabila masih memungkinkan. Jika berada di luar atau di daerah terbuka • Melindungi diri dari bangunan yan ada di sekitar Anda (Gedung, tiang listrik, pohon dan lain-lain). • Perhatikan dan lindungi anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • Waspadai reruntuhan batu dari atas akibat getaran gempa. • Perhatikan tempat anda berpijak, hindari apabila terjadi rekahan tanah. Jika sedang mengendarai mobil • Jika anda berada di dalam mobil, melambatlah dan kemudikan kendaraan Anda ke tempat yang lebih aman. • Tetaplah berada dalam mobil sampai guncangan berhenti. • Bila gempa berpotensi menimbulkan Tsunami, segera lakukan evakuasi dengan berjalan kaki. c. Setelah terjadi gempa bumi Jika anda berada dalam bangunan • Keluar dari bangunan tersebut dengan tertib. • Jangan menggunakan Lift atau tangga berjalan. • Apabila ada korban terluka, segera lakukan P3K. • Minta pertolongan apabila anda/orang lain mengalami luka parah. • Tolong terlebih dahulu anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). Setelah gempa periksalah kembali lingkungan sekitar: • Periksa apabila terjadi kebakaran. • Periksa apabila terjadi kebocoran gas. • Periksa apabila terjadi arus pendek. • Periksa aliran dan pipa air. • Tetap waspada terhadap gempa susulan. • Hidupkan radio transistor untuk mengetahui informasi tentang gempa yang terjadi. • Hubungi pihak yang terkait untuk melaporkan situasi yang ada, serta meminta bantuan/pertolongan bila diperlukan. • Beri pertolongan pada mereka yang terluka. • Perhatikan keadaan dan keselamatan anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). Pastikan: • Tidak akan terjadi gempa susulan yang kuat. • Bagi yang tinggal di daerah pesisir pantai lihat keadaan pantai dan dengarkan instruksi petugas BMKG untuk memastikan tidak akan terjadi tsunami.
    2. Rencana Menghadapi Bencana Untuk menghadapi gempa bumi setiap orang yang tinggal di daerah rawan gempa bumi harus mempunyai rencana. Rencana ini antara lain meliputi: • Bergabung dengan kegiatan PRB berbasis masyarakat, khususnya masyarakat siaga bencana gempa bumi. • Dianjurkan untuk membentuk kelompok Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat (PRBBK) bagi masyarakat yang belum memilikinya. • Turut serta dan mendukung pendidikan PRB. • Mengikuti kegiatan pelatihan/penyuluhan teknis dan ketrampilan kerja dalam rangka PRB (pertukangan, pertanian, peternakan, keterampilan usaha, industri rumah tangga dan sejenisnya). Ini dimaksudkan untuk meningkatkan keadaan ekonomi masyarakat sehingga tidak rentan dalam menghadapi bencana gempa bumi. B. MITIGASI BENCANA GEMPA BUMI Upaya mitigasi bencana gempa bumi dibagi menjadi dua bagian, yaitu: upaya mitigasi non-struktural (bukan upaya pembangunan fisik) dan upaya mitigasi struktural (upaya pembangunan fisik).
    3. Mitigasi Non-struktural: • Lakukan rencana tata ruang wilayah (RTRW) untuk daerah rawan bencana, pengaturan penggunaan lahan serta penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan bencana. • Membeli asuransi yang mencakup ganti rugi karena bencana. • Pelaksanaan rencana tata ruang wilayah (RTRW) untuk daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan. • Pendidikan kepada masyarakat tentang gempa bumi. • Menyimpan barang berharga dan surat-surat penting secara khusus. • Menyimpan barang-barang yang berbahaya bila terjadi gempa bumi. • Pembentukan kelompok masyarakat peduli gempa. • Rencana dan pelatihan/penyuluhan simulasi tanggap darurat gempa bumi untuk melatih masyarakat dan petugas dalam menghadapi gempa bumi. • Memberi pelatihan/penyuluhansimulasi tanggap darurat gempa bumi untuk anggota keluarga yang paling lemah (orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas).
    4. Mitigasi Struktural • Membangun rumah dan bangunan dengan konstruksi yang tahan dan aman terhadap gempa bumi. • Membangun prasana, seperti jalan, jembatan, pipa saluran air bersih, serta fasilitas umum, seperti pasar, rumah sakit, gedung pertemuan dengan konstruksi yang tahan dan aman terhadap gempa bumi. C. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Gempa Bumi dilakukan bila upaya pencegahan dan mitigasi bencana gempa bumi telah dilaksanakan namun bencana gempa bumi tidak dapat dielakkan untuk terjadi maka perlu upaya kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa bumi harus dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana saat bencana Gempa Bumi itu terjadi. Peringatan dini dan beberapa kegiatan tanggap darurat bencana gempa bumi masuk dalam bagian ini. Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Gempa Bumi yang dilakukan meliputi:
    5. Penilaian Bencana dan Perencanaan Siaga • Penilaian Risiko Bencana gempa bumi dengan memperhatikan kearifan dan pengetahuan masyarakat lokal yang meliputi: • pengidentifikasian ancaman bencana gempa bumi dan kerentanan, analisis risiko bencana, penentuan tingkat risiko bencana, dan pemetaan wilayah risiko bencana gempa bumi. • Penilaian kemampuan dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di daerah rentan bencana gempa bumi. • Perencanaan siaga dengan membuat skenario kejadian untuk bencana gempa bumi yang dibuat kebijakan penanganannya, dikaji kebutuhannya, diinventarisasi sumber dayanya serta diuji kaji dan selalu dimutakhirkan. • Mobilisasi sumber daya dengan inventarisasi sumber daya yang dimilikinya dan sumber daya dari luar yang siap digunakan untuk keperluan darurat, seperti: barang pasokan kebutuhan dasar (sembako) untuk darurat bencana dan bahan/logistik, barang, perlengkapan dan peralatan untuk pemulihan rumah, sarana dan prasarana publik. • Pelatihan pengelolaan dan teknis pelaksanaan penanggulangan bencana secara berkelanjutan. • Pelatihan pengelolaan dan teknis penyelamatan anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • Forum koordinasi dan pertemuan berkala secara rutin, saling bertukar informasi dan menyusun rencana terpadu pada tingkat masyarakat dan jajaran pemerintah daerah.
    6. Pengelolaan Tanggap Darurat Bencana Kegiatan ini meliputi penyiapan Posko bantuan bencana darurat, tempat evakuasi, tim reaksi cepat evakuasi dan prosedur tetap. Untuk bencana gempa bumi, masing-masing pemukiman perlu dilakukan dan disediakan hal-hal berikut: • Penentuan lokasi evakuasi, jalur ke lokasi evakuasi, papan tanda menuju lokasi evakuasi, dan peta jalan menuju lokasi evakuasi. Sebaiknya setiap orang dan keluarga melakukan uji coba evakuasi dengan mengikuti jalur yang sudah ditentukan. • Penentuan cara dan jalur evakuasi untuk anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • Penyediaan perlengkapan dan fasilitas di lokasi evakuasi. • Pembuatan pedoman prosedur evakuasi pada saat bencana gempa bumi. • Pembentukan Tim SAR dan melengkapi peralatan SAR yang dibutuhkan, seperti kendaraan, peralatan komunikasi, lampu senter, pengeras suara portabel, dan sejenisnya. • Pembentukan sistim keamanan pada saat bencana gempa bumi. Ini untuk memberi rasa aman kepada warga yang meninggalkan rumahnya saat bencana sesuai panduan yang ada. • Kendaraan transportasi menuju lokasi evakuasi. Dalam beberapa bencana lokasi evakuasinya biasa berjarak cukup jauh dari pemukiman penduduk. Oleh karena itu, perlu disiapkan alat transportasi untuk mengangkut pengungsi dengan cepat. • Penyediaan sarana mandi, cuci, kakus (MCK) di lokasi evakuasi. MCK untuk perempuan dan laki-laki dipisah. Demikian pula harus diperhatikan kebutuhan akan sarana ini bagi anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • Penyediaan air bersih di lokasi evakuasi. Saat ini, sudah banyak tersedia alat penjernih air portable yang mudah dibawa dan dipindahkan ke berbagai lokasi. Alat ini sangat diperlukan saat terjadi evakuasi karena air jernih siap pakai sangat dibutuhkan saat evakuasi. • Makanan di lokasi evakuasi. Dapur umum yang menyediakan makanan bagi pengungsi, terutama anak-anak, harus disediakan sedini mungkin. Demikian pula dengan alat-alat masak dan bahan bakunya. Tenaga relawan yang memasak biasa mudah diperoleh saat evakuasi. • Pertolongan pertama, pengobatan darurat dan obat-obatan penting di lokasi evakuasi. • Layanan medis di lokasi evakuasi. Dinas kesehatan pemerintah daerah, klinik kesehatan, dinas kesehatan TNI, pelayanan kesehatan PMI dan lembaga lainnya umumnya sudah siap sedia untuk memberi pelayanan kesehatan pada saat bencana gempa bumi.
    7. Peringatan Dini Bencana Untuk bencana gempa gumi belum dapat dapat dilakukan peringatan dini bencana. Kegiatan peringatan dini bencana berikut ini adalah untuk berbagai bencana secara umum, yang meliputi: • Pengelolaan peringatan dini Mengingat terdapat berbagai jenis bencana di Indonesia maka dalam perkembangannya pengelolaan peringatan dini untuk masing-masing bencana juga dilakukan oleh berbagai lembaga yang berwenang. Sebagai contoh, peringatan dini bencana banjir dilaksanakan oleh Badan Pengendali Banjir Daerah; peringatan dini gunung api dilaksanakan oleh kantor Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG); peringatan dini gempa bumi dan tsunami serta Gempa Bumi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika bekerja sama dengan BPBD/Satkorlak Bencana Daerah; peringatan dini kebakaran oleh masyarakat. Semua kegiatan peringatan dini tentu saja berkoordinasi dengan BNPB/BPBD, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat. Oleh karena itu, masing-masing Badan/Dinas yang berwenang tadi melakukan sendiri dan memiliki prosedur tetap sendiri untuk hal-hal berikut: • Pembangunan, pemasangan dan pengoperasian peralatan untuk mengamati gejala bencana. • Metode untuk menganalisa hasil pengamatan gejala bencana. • Proses pembuatan keputusan status bencana berdasar hasil analisa masing-masing badan berwenang. • Sistim penyebaran informasi hasil keputusan status bencana. Secara khusus harus diperhatikan cara penyebaran informasi bagi anggota keluarga yang paling lemah (anak-anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • Ketersediaan alat penyebaran informasi peringatan dini (telepon, radio baterai, handy talky/HT). Semua badan dan lembaga yang melakukan kegiatan peringatan dini tersebut di atas telah melengkapi kegiatannya dengan berbagai alat penyebaran informasi peringatan dini. Untuk mendukung upaya penyebaran informasi peringatan dini ini agar dapat mencapai semua penduduk di berbagai wilayah maka diharapkan masyarakat juga memiliki peralatan ini, baik secara sendiri-sendiri maupun secara kelompok. Saat ini masyarakat juga memanfaatkan alat yang dipakai secara tradisional, seperti kentongan, bedug, lonceng, sirine, atau pengeras suara di mushola dan mesjid. Organisasi ORARI dan RAPI selalu siap menyebarkan informasi tentang Gempa Bumi. • Uji coba dan latihan sistem peringatan dini.
    8. Manajemen Informasi Bencana Gempa Bumi • Sistim informasi yang dikembangkan untuk peringatan dini bencana gempa bumi, khususnya yang berkaitan dengan akan terjadinya Tsunami, sebaiknya dikembangkan sedemikian rupa sehingga mudah diakses, dimengerti dan disebarluaskan. Untuk ini isi dan bentuk informasinya harus: Akurat, Tepat waktu, Dapat dipercaya dan Mudah dikomunikasikan. • Masyarakat dan tiap rumah tangga harus pula memiliki informasi penting terkini berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana gempa bumi, seperti daftar nama, alamat, nomor telepon orang-orang penting dan keluarga, lembaga, kantor polisi, Tim SAR, Palang Merah, Rumah Sakit, Pemadam Kebakaran, relawan yang bisa dihubungi pada saat bencana. Hal ini penting agar tiap keluarga dapat meminta bantuan kepada petugas yang berwenang atau memberi kabar tentang keadaannya setelah bencana Gempa Bumi terjadi.
    9. Gladi Simulasi Bencana Gladi Simulasi bencana gempa bumi atau latihan simulasi kesiapsiagaan menghadapi bencana ini, khususnya tentang peringatan dini dan evakuasi, harus dilakukan secara berkala dan rutin di lapangan. Gunanya adalah untuk menguji tingkat kesiapsiagaan dan membiasakan diri para petugas, dan masyarakat menghadapi bencana gempa bumi. D. PEMULIHAN: REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA GEMPA BUMI Pelaksanaan kegiatan pemulihan – rehabilitasi dan rekonstruksi – pasca bencana gempa bumi harus dilaksanakan dalam kerangka pengurangan risiko bencana gempa bumi yang akan datang. Mengingat bahwa ancaman bahaya bencana ini akan selalu ada, maka sejak awal upaya-upaya mengurangi kerentanan fisik, sosial dan ekonomi masyarakat harus dilakukan. Oleh karena itu, setelah kejadian bencana setiap kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berusaha memulihkan keadaan masyarakat supaya bisa bangkit kembali dari keadaan keterpurukan harus dilakukan dalam kerangka PRB yang mengatisipasi terjadinya bencana gempa bumi yang akan datang. Kegiatannya antara lain meliputi:
    10. Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)
      Melakukan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) berdasarkan analisis risiko bencana gempa bumi. Ini termasuk rencana struktur, pola ruang wilayah, dan penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana gempa bumi yang telah ditetapkan lembaga berwenang dalam:
      • membangun kembali dan memperbaiki lingkungan daerah bencana gempa bumi dan prasarana fisik serta upaya lain untuk meminimalkan risiko bencana yang akan datang.
      • membangun kembali dan memperbaiki prasarana dan sarana publik, seperti: jalan raya, jembatan, rumah sakit, sekolah, pasar, gedung-gedung kantor pemerintah dan olahraga, yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) serta pemakaian alat yang lebih baik dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana gempa bumi.
      • membangun kembali dan memperbaiki rumah masyarakat yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana gempa bumi.
      • menyelenggarakan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan mengenai hal-hal tersebut di atas.
      • menyelenggarakan pendampingan sosial, psikologi dan dukungan moral kepada korban bencana, mengadakan dan memperbaiki kehidupan masyarakat yang hancur karena bencana.

    11. Meningkatkan Kemampuan Masyarakat Pasca bencana gempa bumi harus ada upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat membangun kembali dan memperbaiki rumah, gedung dan bangunan sejenisnya yang memenuhi standar terbaik teknis tata bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana gempa bumi, yang telah ditetapkan lembaga berwenang serta sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Hal ini dilakukan berdasarkan analisis risiko bencana, yang antara lain meliputi rencana struktur dan pola ruang wilayah serta penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana gempa bumi yang telah ditetapkan lembaga berwenang. Berkaitan dengan ini, perlu mengajak masyarakat pada pasca bencana gempa bumi untuk: • Tidak membangun kembali rumah dan sejenisnya di daerah rawan bahaya gempa bumi. • Tidak menggantungkan kembali sumber mata pencahariannya pada kegiatan yang tidak aman dan rawan bahaya gempa bumi. Sementara itu perlu pula melaksanakan kegiatan pelatihan dan bantuan modal usaha untuk mengurangi ketergantungan masyarakat kepada sumber mata pencaharian yang tidak aman dan rawan bahaya gempa bumi. E. PENUTUP Untuk mempercepat peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek target sasaran tentang pengurangan risiko bencana gempa bumi, ada banyak cara atau metode yang dapat dipakai yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan serta menarik bagi masyarakat dalam tingkat pendidikan apapun. Kemaslah informasinya dengan menarik. Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan memberi informasi sedikit demi sedikit, santai tapi terarah. Dalam menginformasikan pengurangan risiko bencana gempa bumi juga dapat memanggil pembicara ahli untuk masing-masing bidang. Silakan kirim komentar atau pertanyaan ke: bambanghsamekto@gmail.com