TANAH LONGSOR


TANAH LONGSOR DI INDONESIA

Bambang Hendro Samekto

Diketahui bahwa tanah longsor adalah salah satu ancaman bahaya bencana alam yang dapat menimbulkan risiko terhadap kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Wilayah Indonesia merupakan wilayah rawan tanah longsor khususnya di pulau-pulau Sumastera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Maluku Utara dan Papua. Potensi rawan tanah longsor ini disebabkan oleh kondisi-kondisi geomorfologi, geologi, tabah dan batuan yang menyusun lereng dan bukit, iklim serta hidrologi di wilayah perbukitan oulau-pulau tersebut. Di pulau-pulau itu banyak dijumpai lereng dan bukit yang miring dan bergelombang yang berpotensi mengalami gerakan massa tanah dan batuan.

Sementara itu temperatur dan curah hujan yang tinggi memacu terjadinya proses pelapukan batuan pada lereng (pada proses pembentukan tanah) yang mengakibatkan lereng akan tersusun oleh tanah yang tebal. Lereng yang terdiri dari tanah yang tebal relatif lebih berpotensi untuk terjadinya pergerakan massa tanah. Penebangan hutan dan pemanfaatan tanah perbukitan atau lereng yang terjal sebagai lahan persawahan, perladangan dan adanya genangan air di atasnya akan memicu terjadinya tanah longsor.

Tanah longsor terjadi di banyak provinsi di Indonesia. BNPB (http://www.dibi.bnpb.go.id) mencatat sampai dengan Oktober 2016, telah tejadi 464 kali tanah longsor. Adapun korban meninggal/hilang sebanyak 160 orang, luka-luka 82 orang, dan menderita/mengungsi 35.625 orang. Sementara itu kerusakan rumah akibat tanah longsor diketahui ada 955 rumah rusak berat, 865 rusak sedang, 838 rusak ringan dan rumah terkuibur sebanyak 303. Sedang fasilitas publik yang rusak ada 9 fasilitas kesehatan, 24 rumah peribadatan dan 27 fasilitas pendidikan. Di samping itu terdapat banyak infrastruktur yang rusak akibat tanah longsor seperti jalan, jembatan, saluran listrik, saluran irigasi, dan sebagainya.

A. PENGETAHUAN TENTANG TANAH LONGSOR

1. Pengertian

Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng bukit akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau bebatuan.

Tanah longsor terjadi karena air meresap ke dalam tanah dan akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir maka tanah menjadi goyah dan gembur serta akan bergerak mengikuti lereng lalu meluncur keluar lereng menjadi longsor.

1. Jenis Pergerakan Tanah

• Longsoran Translasi, yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan di lereng pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. • Longsoran Rotasi, yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan di lereng pada bidang gelincir berbentuk lengkung. • Pergerakan Blok, yaitu perpindahan batuan di lereng yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini juga disebut sebagai longsoran translasi blok batuan. • Runtuhan Batu, yaitu runtuhan batu yang terjadi ketika sejumlah batuan besar atau material bumi lainnya runtuh ke bawah dengan cara jatuh atau runtuh bebas. Runtuhan batu umumnya terjadi pada lereng terjal yang menggantung terutama terdapat di daerah pantai di mana batuan di bawahnya terkikis habis oleh deburan ombak yang kuat. Batu-batu besar yang runtuh dapat menimbulkan kerusakan yang sangat parah. • Tanah Merayap atau Rayapan Tanah, yaitu tanah yang bergerak lambat pada lereng landai. Jenis tanah pada daerah ini berupa butiran pasir kasar dan halus. Pergerakan pada Tanah Merayap hampir tidak dapat diketahui dan terdeteksi. Adanya tanah merayap baru dapat diketahui setelah ada pohon, tiang listrik dan rumah yang mulai condong, miring. • Tanah Longsor Akibat Dorongan Air atau Perpindahan Tanah Terdorong Air, yaitu longsoran tanah yang bergerak karena dorongan air. Kecepatan tanah bergerak atau longsor targantung kepada kemiringan lereng, volume dan tekanan air serta jenis material tanahnya. Pergerakan tanah terjadi di sepanjang lembah dan bisa mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa mencapai ribuan meter jauhnya, seperti di daerah aliran sungai gunung berapi. Aliran tanah ini bisa menelan koran yang banyak. Beberapa ahli menyebutnya juga sebagai lahar dingin.

2. Penyebab

Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah dan/atau batuan yang membentuk dan menyusun lereng.

Longsoran tanah atau batu dapat terjadi karena ada:

• Gangguan kestabilan lereng • Proses pemicu longsor Gangguan kestabilan lereng ini dipicu oleh kondisi bentuk lereng, kondisi batuan ataupun tanah penyusun lereng dan keadaan air tanah atau tata air pada lereng. Meskipun suatu lereng rentan atau berpotensi untuk longsor karena kondisi kemiringan lereng namun lereng tersebut belum akan longsor tanpa dipicu oleh proses pemicunya. Faktor pemicu yang mengganggu kestabilan lereng : • Penggundulan hutan. Tanah longsor banyak terjadi di daerah yang relatif gundul di mana pengikatan air sangat kurang. • Batuan endapan gunung api dan batuan endapan berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir dan lempung yang umumnya kurang kuat dan rentan terjadi tanah longsong. • Jenis tanah yang kurang padat yaitu tanah lempung atau tanah liat. Tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas. • Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut dan angin. • Tanah longsor banyak terjadi di daerah perbukitan di mana terdapat tata lahan persawahan, perladangan dan adanya genangan air di atas atau di lereng yang terjal.

Pemicu longsor dapat berupa:

• Peningkatan kandungan air dalam lereng, sehingga terjadi akumulasi air yang merenggangkan ikatan antar butir tanah dan dapat mendorong untuk terjadinya longsor. • Getaran pada lereng akibat Tanah Longsor ataupun ledakan penggalian atau getaran kendaraan. • Peningkatan beban di bagian atas tanah yang melampaui daya dukung tanah. • Pemotongan dan penggalian di kaki lereng secara sembarangan yang mengakibatkan lereng kehilangan gaya penyangga. • Akibat susutnya muka air di danau yang cepat sehingga menurunkan gaya penahan lereng, dan biasanya penurunan tanah ini diikuti oleh retakan tanah.

3. Cara Perusakan

Tanah longsor dapat merusak jalan, pipa dan kabel akibat gerakan tanah atau tertimbun tanah longsor. Gerakan tanah yang lamban menyebabkan penggelembungan lantai dan bangunan sehingga tidak dapat digunakan. Rekahan tanah menyebabkan pondasi bangunan terpisah dan menghancurkan bagian bangunan lainnya. Runtuhan lereng yang tiba–tiba dapat menyeret dan menimbun permukiman. Runtuhan batuan dapat menerjang dan menimbun bangunan atau pemukiman di bawahnya. Pada daerah berair, butiran tanah yang lunak menyebabkan aliran lumpur yang dapat menimbun serta menutup aliran sungai dan menyebabkan banjir.

4. Kerugian, Korban dan Kerusakan Akibat Bencana

Longsoran tanah mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, baik milik perorangan maupun milik umum. Ini dapat mengganggu dan bahkan melumpuhkan kegiatan sosial dan ekonomi penduduk. Manusia akan meninggal karena terkubur longsoran, hilang, sakit, luka dan mengungsi. Prasarana umum dan transportasi, alat transportasi, sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang rusak, roboh atau tertimbun, seperti jalan, jembatan, angkutan umum, sekolah, rumah ibadah, pasar, gedung pertemuan, puskesmas, rumah sakit, fasilitas pemerintahan, industri, jasa, serta prasarana pertanian, perikanan, pengairan serta prasarana air bersih.

5. Gejala dan Tanda

Masyarakat harus secara aktif sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya tanah longsor. Untuk masyarakat yang tinggal di wilayah rawan tanah longsor perlu membentuk kelompok pemantau tanah longsor. Kelompok pemantau tanah longsor ini harus dibekali dengan pengetahuan dan alat pemantau tanah longsor. Mayarakat dan kelompok pemantau tanah longsor harus tahu dan melakukan pelatihan untuk mengetahui gejala-gejala tanah longsor sebagai berikut:

• Munculnya retakan memanjang atau melengkung pada tanah atau konstruksi bangunan. • Terjadi penggelembungan pada lereng atau pada tembok penahan. • Tiba-tiba muncul rembesan atau mata air pada lereng. • Apabila pada lereng sudah terdapat rembesan air atau mata air, air tersebut menjadi keruh bercampur lumpur. • Pohon-pohon atau tiang-tiang miring searah kemiringan lereng. • Terdengar suara gemuruh atau dentuman dari atas lereng. • Terjadi runtuhan atau aliran butiran tanah secara mendadak dari atas.

Waspadailah:

• Tumpukan tanah gembur dan banyak airnya. • Retakan melengkung pada lereng atau retakan pada bangunan dan jalan pada saat atau setelah turun hujan. • Munculnya rembesan air yang warnanya kotor berlumpur pada lereng. 6. Tindakan yang Dilakukan Saat dan Sesudah Terjadinya Bencana

Tindakan yang Dilakukan Saat Terjadinya Bencana Tanah Longsor

• Segera lari meninggalkan rumah atau tempat dia berada ke tempat yang aman. • Menyelamatkan anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, kakek/nenek, orang lanjut usia, penyandang disabilitas – orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik). • Kalau memungkinkan selamatkan barang atau surat berharga (ijazah, surat tanah, dll)

Tindakan yang Dilakukan Sesudah Terjadinya Bencana Tanah Longsor

• Lakukan penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya dengan memperhatikan keadaan lingkungan, berhati-hati, kondisi bencana, peralatan, dan informasi bencana. • Memperhatikan keadaan anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, kakek/nenek, orang lanjut usia ,penyandang disabilitas). • Evakuasi korban selamat ke tempat yang lebih aman. • Pemulihan korban, pengobatan, memberi perlengkapan mengungsi, serta memperhatikan kondisi sosial, ekonomi dan psikologinya. • Perlu dikaji: (1) perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang; dan (2) penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan dan diperkirakan akan terjadi longsor lagi. • Perbaikan saluran pengeringan tanah (menambah bahan-bahan yang bisa menahan dan menyerap air). • Pengurangan sudut kemiringan lereng sebelum pembangunan kembali. • Tanami kembali kembali lereng-lereng dengan tumbuhan berakar tunggal. • Bangun beton-beton yang menahan lereng dan tempat hunian untuk menstabilkan lokasi hunian.

7. Rencana Menghadapi Bencana

Untuk menghadapi tanah longsor setiap orang yang tinggal di daerah rawan tanah longsor harus mempunyai rencana. Rencana ini antara lain meliputi:

• Bergabung dengan kegiatan PRB berbasis masyarakat, khususnya masyarakat siaga bencana tanah longsor. • Dianjurkan untuk membentuk kelompok Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat (PRBBK) bagi masyarakat yang belum memilikinya. • Turut serta dan mendukung pendidikan PRB secara formal dan informal sejak usia dini. • Mengikuti kegiatan pelatihan/penyuluhan teknis dan ketrampilan kerja dalam rangka PRB (pertukangan, pertanian, peternakan, keterampilan usaha, industri rumah tangga dan sejenisnya). Ini dimaksudkan untuk meningkatkan keadaan ekonomi masyarakat sehingga tidak rentan dalam menghadapi bencana tanah longsor. • pembagian peran ketika terjadi bencana. • identifikasi kebutuhan pengungsi pada saat bencana berdasarkan kebutuhan spesifik laki-laki dan perempuan (gender sensitif). • Identifikasi kebutuhan pengungsi terutama anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • seluruh tahapan kegiatan harus sensitif gender.

8. Cara-cara mengenali Wilayah Aman dan Rawan

a. Wilayah aman

Ciri-ciri wilayah aman tanah longsor adalah:

• Tanah dataran rendah • Daerah perbukitan di mana di atasnya tidak terjadi penggundulan hutan. • Daerah perbukitan di mana tidak terdapat tata lahan persawahan, perladangan dan genangan air (seperti empang ikan) di atas atau di lereng yang terjal. • Daerah perbukitan yang memiliki saluran air yang baik

b. Wilayah rawan

Ciri-ciri wilayah rawan tanah longsor adalah:

• Daerah yang relatif gundul di mana pengikatan air sangat kurang. • Daerah perbukitan yang terdiri dari batuan endapan gunung api dan batuan endapan berukuran sebesar pasir dan campuran antara kerikil, pasir dan lempung yang umumnya kurang kuat dan rentan terjadi tanah longsong. • Daerah perbukitan yang jenis tanahnya kurang padat seperti tanah lempung atau tanah liat. Tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas. • Lereng terjal yang terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut dan angin. Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar terjadinya tanah longsor. • Daerah perbukitan di mana terdapat tata lahan persawahan, perladangan dan genangan air (empang ikan) di atas atau di lereng yang terjal. • Di daerah penggalian pasir dan kapur. • Di daerah lobang-lobang penggalian tambang emas. • Tempat penimbunan sampah yang tidak tertata dengan baik.

B. MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR

Upaya mitigasi bencana tanah longsor dibagi menjadi dua bagian, yaitu: (1) upaya mitigasi non-struktural (bukan upaya pembangunan fisik) dan (2) upaya mitigasi struktural (upaya pembangunan fisik).

1. Mitigasi Non Struktural

• Kenali daerah tempat tinggal, sehingga jika terdapat ciri-ciri rawan tanah longsor dapat menghindar. • Identifikasi daerah dengan tanah yang aktif bergerak, ini dapat dikenali dengan adanya rekahan berbentuk ladam (tapal kuda). Selalu waspada pada saat musim hujan, terutama pada saat curah hujan sangat tinggi. • Waspada terhadap mata air atau rembesan air yang berwarna kotor dan berlumpur serta kejadian longsor skala kecil di sepanjang lereng. • Melakukan pemeriksaan secara rutin lereng dan tebing di wilayah yang rawan longsor yang di bawahnya terdapat pemukiman penduduk. • Pemerintah daerah melakukan pemantauan secara berkala terhadap wilayah-wilayah yang selama ini sering terjadi tanah longsor. • Pemerintah daerah perlu mempertimbangkan dan sangat disarankan untuk memindahkan pemukiman penduduk yang berada di daerah rawan bencana tanah longsor. • Pemerintah pusat, dalam hal ini BNPB, perlu melakukan penyuluhan dan sosialisasi secara terus menerus kepada Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan mengenai bencana tanah longsor dan berbagai risikonya. • Pemerintah daerah perlu melakukan pengkajian terhadap bencana longsor yang telah terjadi di suatu wilayah untuk mengetahui penyebabnya, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara penanggulangan bencananya.

2. Mitigasi Struktural

• Masyarakat jangan membangun rumah pemukiman dan fasilitas lainnya di tepi lereng terjal, di bawah tebing, di tepi sungai yang curam dan rawan erosi serta daerah rawan bencana longsor. • Masyarakat jangan membuat sawah dan kolam di atas bukit yang di bawahnya terdapat pemukiman penduduk. • Masyarakat harus segera menutup dengan tanah padat bila terjadi keretakan tanah di lereng bukit agar air tidak meresap ke dalam tanah. • Masyarakat jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal dan memotong tebing secara tegak lurus. • Masyarakat jangan menebang pohon yang tumbuh di lereng. • Mengurangi tingkat keterjalan lereng. • Memperbaiki dan memelihara saluran air, baik air permukaan maupun air tanah. • Perbaiki tata air dan tata guna lahan daerah lereng. • Pembuatan bangunan beton penahan, jangkar dan tiang-tiang penyangga. • Melakukan terasering dengan sistim saluran air yang tepat. • Melakukan penghijauan dengan tanaman yang sistem perakaran dalam (akar tunggang) dan kuat serta jarak tanam yang tepat. • Buat pondasi bangunan yang menyatu untuk menghindari penurunan yang tidak seragam. • Mengingat tidak tersedianya alat peringatan dini yang tepat untuk medeteksi saat terjadinya tanah longsor salah satu cara yang tepat sebagai pengganti alat peringatan dini tanah longsor adalah dengan membentuk satuan tugas pengawas tanah longsor di wilayah rawan tanah longsor. • Tutup retakan–retakan yang timbul di atas tebing dengan bahan kedap air untuk mencegah air hujan masuk ke dalam tanah. • Satuan tugas berkewajiban untuk mengawasi secara seksama dan setiap saat wilayah tanah longsor yang sudah mempunyai gejala-gejala akan terjadinya tanah longsor. • Satuan tugas harus segera memberi tahu dan memperingatkan masyarakat yang tinggal di wilayah rawan longsor untuk segera meninggalkan rumah dan wilayah tersebut bila gejala-gejala dan tanda-tanda terjadinya tanah longsor makin nyata, besar, luas dan kuat. • Pemberitahuan dan peringatan kepada masyarakat tentang akan terjadinya tanah longsor dapat di beri tahukan kepada masyarakat antara lain melalui: kentongan, sirine, pengeras suara, bedug, lonceng atau alat pemberitahuan tanda bahaya lainnya yang biasa di pakai masyarakat.

C. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA TANAH LONGSOR

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Tanah Longsor dilakukan bila upaya pencegahan dan mitigasi bencana tanah longsor telah dilaksanakan namun bencana tanah longsor tidak dapat dielakkan untuk terjadi maka perlu upaya kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana tanah longsor harus dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana tanah longsor saat bencana itu terjadi. Peringatan dini dan beberapa kegiatan tanggap darurat bencana tanah longsor masuk dalam bagian ini.

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Tanah Longsor yang dilakukan meliputi:

1. Penilaian Bencana dan Perencanaan Siaga

• Penilaian Risiko Bencana Tanah Longsor dengan memperhatikan kearifan dan pengetahuan masyarakat lokal yang meliputi: pengidentifikasian ancaman bencana dan kerentanan tanah longsor, analisis risiko bencana, penentuan tingkat risiko bencana, dan pemetaan wilayah risiko bencana tanah longsor. • Penilaian kemampuan dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di daerah rentan bencana tanah longsor. • Perencanaan siaga dengan membuat skenario kejadian untuk bencana tanah longsor serta dibuat kebijakan penanganannya, dikaji kebutuhannya, diinventarisasi sumber dayanya yang diuji, dikaji dan selalu dimutakhirkan. • Mobilisasi sumber daya dengan inventarisasi sumber daya yang dimilikinya dan sumber dfaya dari luar yang siap digunakan untuk keperluan darurat, seperti: barang pasokan kebutuhan dasar (sembako) untuk darurat bencana dan bahan logistik, barang, perlengkapan dan peralatan untuk pemulihan rumah, sarana dan prasarana publik. • Pelatihan pengelolaan dan teknis pelaksanaan penanggulangan bencana secara berkelanjutan. • Forum koordinasi dan pertemuan berkala secara rutin, saling bertukar informasi dan menyusun rencana terpadu pada tingkat masyarakat dan jajaran pemerintah daerah.

2. Pengelolaan Tanggap Darurat Bencana

Kegiatan ini meliputi penyiapan Posko bantuan darurat bencana, tempat evakuasi, tim reaksi cepat evakuasi dan prosedur tetap.

Untuk bencana tanah longsor, masing-masing pemukiman perlu dilakukan dan disediakan hal-hal berikut:

• Penentuan lokasi evakuasi, jalur ke lokasi evakuasi, papan tanda menuju lokasi evakuasi, dan peta jalan menuju lokasi evakuasi. Sebaiknya setiap orang dan keluarga melakukan uji coba evakuasi dengan mengikuti jalur yang sudah ditentukan. • Menentukan cara dan jalur evakuasi untuk anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, kakek/nenek, penderita disabilitas – penderita kekurangan anggota fisik dan mental). • Penyediaan perlengkapan dan fasilitas di lokasi evakuasi. • Pembuatan pedoman prosedur evakuasi pada saat bencana tanah longsor. • Pembentukan Tim SAR dan melengkapi peralatan SAR yang dibutuhkan, seperti tandu, peralatan komunikasi, lampu senter, pengeras suara portabel, dan sejenisnya. • Pembentukan sistim keamanan pada saat bencana tanah longsor. Ini untuk memberi rasa aman kepada warga yang meninggalkan rumahnya saat bencana tanah longsor sesuai panduan yang ada. • Kendaraan transportasi menuju lokasi evakuasi. Dalam beberapa bencana tanah longsor, lokasi evakuasinya biasa berjarak cukup jauh dari pemukiman penduduk. Oleh karena itu, perlu disiapkan alat transporatsi untuk mengangkut pengungsi dengan cepat. • Penyediaan sarana mandi, cuci, kakus (MCK) di lokasi evakuasi. MCK untuk perempuan dan laki-laki dipisah. Secara khusus disediakan sarana MCK untuk orang lanjut usia, penyandang disabilitas. • Penyediaan air bersih di lokasi evakuasi. Saat ini, sudah banyak tersedia alat penjernih air yang mudah dibawa dan dipindahkan ke berbagai lokasi. Alat ini sangat diperlukan saat terjadi evakuasi karena air jernih siap pakai sangat dibutuhkan saat evakuasi. • Makanan di lokasi evakuasi. Dapur umum yang menyediakan makanan bagi pengungsi, terutama anak-anak, harus disediakan sedini mungkin. Demikian pula dengan alat-alat masak dan bahan bakunya. Tenaga relawan yang memasak biasa mudah diperoleh saat evakuasi. • Pertolongan pertama, pengobatan darurat dan obat-obatan penting di lokasi evakuasi. • Layanan medis di lokasi evakuasi. Dinas kesehatan pemerintah daerah, klinik kesehatan, dinas kesehatan TNI, pelayanan kesehatan PMI dan lembaga lainnya umumnya sudah siap sedia untuk memberi pelayanan kesehatan pada saat bencana tanah longsor.

3. Peringatan Dini Bencana

Peringatan dini tanah longsor selama ini belum dapat dilakukan dengan baik. Namun demikian, secara umum kegiatan peringatan dini bencana tanah longsor meliputi:

• Pengelolaan peringatan dini

Mengingat terdapat berbagai jenis bencana di Indonesia maka dalam perkembangannya pengelolaan peringatan dini untuk masing-masing bencana juga dilakukan oleh berbagai lembaga yang berwenang. Sebagai contoh, peringatan dini bencana banjir dilaksanakan oleh Badan Pengendali Banjir Daerah; peringatan dini gunung api dilaksanakan oleh kantor Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG); peringatan dini Gempa Bumi dan tsunami oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika bekerja sama dengan BPBD/Satkorlak Bencana Daerah; peringatan dini kebakaran oleh masyarakat. Semua kegiatan peringatan dini tentu saja berkoordinasi dengan BNPB/BPBD, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat.

Oleh karena itu, masing-masing Badan/Dinas yang berwenang tadi melakukan sendiri dan memiliki prosedur tetap sendiri untuk hal-hal berikut:

• Pembangunan, pemasangan dan pengoperasian peralatan untuk mengamati gejala bencana. • Metode untuk menganalisa hasil pengamatan gejala bencana. • Proses pembuatan keputusan status bencana berdasar hasil analisa masing-masing badan berwenang. • Sistim penyebaran informasi hasil keputusan status bencana. Perhatikan pula agar informasi ini dapat diketahui dan dimengerti oleh orang lanjut usia, penyandang disabilitas. • Ketersediaan alat penyebaran informasi peringatan dini (telepon, radio baterai, handy talky/HT). Semua badan dan lembaga yang melakukan kegiatan peringatan dini tersebut di atas telah melengkapi kegiatannya dengan berbagai alat penyebaran informasi peringatan dini.

Untuk mendukung upaya penyebaran informasi peringatan dini ini agar dapat mencapai semua penduduk di berbagai wilayah maka diharapkan masyarakat juga memiliki peralatan ini, baik secara sendiri-sendiri maupun secara kelompok. Saat ini masyarakat juga memanfaatkan alat yang dipakai secara tradisional, seperti kentongan, bedug, lonceng, sirine, atau pengeras suara di mushola dan mesjid. Organisasi ORARI dan RAPI selalu siap menyebarkan informasi tentang Tanah Longsor.

• Uji coba dan latihan sistem peringatan dini.

4. Manajemen Informasi Bencana Tanah Longsor

• Sistim informasi yang dikembangkan untuk peringatan dini bencana tanah longsor sebaiknya dikembangkan sedemikian rupa sehingga mudah diakses, dimengerti dan disebarluaskan. Untuk ini isi dan bentuk informasinya harus: Akurat, Tepat waktu, Dapat dipercaya dan Mudah dikomunikasikan.

• Masyarakat dan tiap rumah tangga harus pula memiliki informasi penting terkini berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana tanah longsor, seperti daftar nama, alamat, nomor telepon orang-orang penting dan keluarga, lembaga, kantor polisi, Tim SAR, Palang Merah, Rumah Sakit, Pemadam Kebakaran, relawan yang bisa dihubungi pada saat bencana. Hal ini penting agar tiap keluarga dapat meminta bantuan kepada petugas yang berwenang atau memberi kabar tentang keadaannya setelah bencana tanah longsor terjadi.

5. Gladi Simulasi Bencana

Gladi Simulasi Bencana Tanah Longsor atau latihan simulasi kesiapsiagaan menghadapi bencana tanah longsor, khususnya tentang peringatan dini dan evakuasi, harus dilakukan secara berkala dan rutin di lapangan. Gunanya adalah untuk menguji tingkat kesiapsiagaan dan membiasakan diri para petugas, dan masyarakat menghadapi bencana tanah longsor.

D. PEMULIHAN: REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA TANAH LONGSOR

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana tanah longsor harus dilaksanakan dalam kerangka pengurangan risiko bencana tanah longsor yang akan datang. Mengingat bahwa ancaman bahaya bencana tanah longsor akan selalu ada, maka sejak awal upaya-upaya mengurangi kerentanan fisik, sosial dan ekonomi masyarakat harus dilakukan.

Oleh karena itu, setelah kejadian bencana tanah longsor setiap kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berusaha memulihkan keadaan masyarakat supaya bisa bangkit kembali dari keadaan keterpurukan harus dilakukan dalam kerangka PRB yang mengatisipasi terjadinya bencana tanah longsor yang akan datang.

Kegiatannya antara lain meliputi:

1. Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)

Melakukan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) berdasarkan analisis risiko bencana tanah longsor. Ini termasuk rencana struktur, pola ruang wilayah, dan penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana tanah longsor yang telah ditetapkan lembaga berwenang dalam:

• membangun kembali dan memperbaiki lingkungan daerah bencana tanah longsor dan prasarana fisik serta upaya lain untuk meminimalkan risiko bencana tanah longsor yang akan datang. • membangun kembali dan memperbaiki prasarana dan sarana publik, seperti: jalan raya, jembatan, rumah sakit, sekolah, pasar, gedung-gedung kantor pemerintah dan olahraga, yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) serta pemakaian alat yang lebih baik dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana tanah longsor. • membangun kembali dan memperbaiki rumah masyarakat yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana tanah longsor. • menyelenggarakan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan mengenai hal-hal tersebut di atas. • menyelenggarakan pendampingan sosial, psikologi dan dukungan moral kepada korban bencana, mengadakan dan memperbaiki kehidupan masyarakat yang hancur karena bencana.

2. Meningkatkan Kemampuan Masyarakat

Pasca bencana tanah longsor harus ada upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat membangun kembali dan memperbaiki rumah, gedung dan bangunan sejenisnya yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur). Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana tanah longsor, yang telah ditetapkan lembaga berwenang serta sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW).

Hal ini juga dilakukan berdasarkan analisis risiko bencana, yang antara lain meliputi rencana struktur dan pola ruang wilayah serta penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana tanah longsor yang telah ditetapkan lembaga berwenang.

Berkaitan dengan ini, perlu mengajak masyarakat pada paska bencana tanah longsor untuk:

• Tidak membangun kembali rumah dan sejenisnya di daerah rawan bahaya tanah longsor. • Tidak menggantungkan kembali sumber mata pencahariannya pada kegiatan yang tidak aman dan rawan bahaya tanah longsor.

Sementara itu perlu pula melaksanakan kegiatan pelatihan dan bantuan modal usaha untuk mengurangi ketergantungan masyarakat kepada sumber mata pencaharian yang tidak aman dan rawan bahaya tanah longsor.

E. PENUTUP

Untuk mempercepat peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek target sasaran tentang pengurangan risiko bencana tanah longsor, ada banyak cara atau metode yang dapat dipakai yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan serta menarik bagi masyarakat dalam tingkat pendidikan apapun.

Kemaslah informasinya dengan menarik. Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan memberi informasi sedikit demi sedikit, santai tapi terarah. Dalam menginformasikan pengurangan risiko bencana tanah longsor juga dapat memanggil pembicara ahli untuk bidang ini.

Silakan kirim komentar atau pertanyaan ke:

bambanghsamekto@gmail.com