KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN


KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI INDONESIA

Bambang Hendro Samekto

Kebakaran hutan dan lahan terjadi setiap tahun di Indonesia khususnya di pulau-pulau Sumatera dan Kalimantan. Kebakaran hutan dan lahan ini terjadi karena hutan dan lahan dibakar baik sengaja atau tidak sengaja. Ini sering terjadi karena ada penduduk yang sengaja membakar hutan atau lahan untuk pertanian atau pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Akibat nyata dari kebakaran ini adalah asap yang pekat yang mengganggu kehidupan sosial, kesehatan dan ekonomi manusia.

Pada saat kebakaran asap pekat menyerang pemukiman penduduk dan jalan-jalan baik di desa maupun di kota. Asap ini mengganggu pernapasan dan penglihatan manusia sehingga mengganggu kegiatan mereka di rumah, di sekolah, tempat-tempat publik dan di jalan-jalan. Banyak sekolah dan fasilitas publik, seperti bandara, yang tutup akibat tebalnya asap. Kabut asap membuat pesawat terbang tidak bisa mendarat atau siap terbang. Kabut asap ini bahkan sampai menyeberang ke negeri jiran seperti Singapura dan Malaysia, sehingga Indonesia sering mendapat protes dan pemerintah negeri-negeri seberang itu karena adanya gangguan asap.

Badan Penanggulangan Bencana Nasional(BNPB) (www.dibi.bnpb.go.id) sampai November 2016 mencatat telah terjadi 178 kebakaran hutan dan lahan dengan terdapat 2 orang korban meninggal, 1 orang luka-luka dan 4 orang meninggalkan rumah/mengungsi. Sementara itu belum dilaporkan adanya rumah atau sarana publik seperti sarana kesehatan, peribadatan dan pendidikan yang rusak terbakar.

A. PENGETAHUAN TENTANG KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

1. Pengertian

Kebakaran hutan atau lahan adalah perubahan langsung atau tidak langsung terhadap keadaan fisik hutan atau lahan akibat dari penggunaan api yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan atau lahan. Akibat kebakaran, hutan atau lahan menjadi tidak berfungsi dan dipakai lagi dalam menunjang kehidupan berkelanjutan.

BNPB mendifinisikan kebakaran hutan dan lahan sebagai berikut (www.bnpb.go.idi):

“Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.”

2. Penyebab

• Aktivitas manusia yang menggunakan api di kawasan hutan dan lahan, sehingga menyebabkan kebakaran. • Faktor alam yang dapat memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan. • Jenis tanaman yang sejenis dan memiliki titik bakar yang rendah serta hutan yang terdegradasi menyebabkan semakin rentan terhadap bahaya kebakaran. • Angin yang cukup besar dapat memicu dan mempercepat menjalarnya api. • Topografi hutan yang terjal semakin mem`percepat merembetnya api dari bawah ke atas.

3. Cara Perusakan

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sebagian besar dipengaruhi oleh faktor manusia yang sengaja melakukan pembakaran dalam rangka penyiapan lahan. Di samping itu juga bisa terjadi karena adanya bahan bakar, oksigen, dan panas. Kerusakan lingkungan akibat kebakaran antara lain berupa hilangnya flora dan fauna serta terganggunya ekosistim. Hal ini bahkan dapat menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana pemukiman serta korban jiwa manusia. Dampak lebih lanjut akibat asap yang ditimbulkan dapat berpengaruh kepada kesehatan manusia terutama gangguan pernafasan serta gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari.

4. Kerugian, Korban dan Kerusakan akibat Bencana

Kebakaran hutan mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan hutan dan lahan milik negara. Ini dapat mengganggu dan bahkan melumpuhkan kegiatan sosial dan ekonomi penduduk.

• Manusia sakit karena menghirup asap, luka dan mengungsi. • Kerusakan ekologis yang mempengaruhi sistim penunjang kehidupan. • Terganggunya kegiatan transportasi darat dan udara karena asap yang pekat mengakibatkan jalan raya tidak terlihat dengan jelas. Sementara itu, bandar udara yang tertutup asap telah menyebabkan terganggunya akitivitas di bandara seperti pesawat tidak bisa terbang atau mendarat. Asap pekat mengganggu jarak pandang pilot yang menerbangkan pesawat. • Hilangnya potensi kekayaan hutan, fauna dan floranya. • Tanah yang gundul dan habis terbakar serta hilangnya tanaman sangat rentan terhadap erosi pada saat musim hujan sehingga akan menyebabkan longsor di daerah hulu dan hilir. • Penurunan kualitas kesehatan masyarakat untuk daerah yang luas di sekitar daerah kebakaran. • Turunnya pendapatan pemerintah dan masyarakat akibat terganggunya transportasi dan aktivitas ekonomi. • Musnahnya asset negara dan sarana prasarana vital. 5. Gejala dan tanda • Adanya aktivitas manusia menggunakan api di kawasan hutan dan lahan. • Ditandai dengan adanya tumbuhan yang meranggas. • Kelembaban udara rendah. • Kekeringan akibat musim kemarau yang panjang. • Peralihan musim menuju kemarau. • Meningkatnya migrasi satwa keluar habitatnya.

6. Tindakan yang dilakukan sebelum, pada saat dan sesudah terjadinya bencana

Sebelum bencana:

• Pastikan semua peralatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan telah tersedia dan siap digunakan. • Jangan tinggalkan anak-anak bermain sendiri di rumah tanpa pengawasan. • Larang anak-anak bermain ke arah hutan atau lahan yang mungkin terbakar. • Pangkas semua cabang pohon yang mati mengenai rumah. • Lapor ke petugas kehutanan bila terlihat ada hutan dan lahan yang mulai terbakar. • Bersihkan sekitar rumah dari sampah kerta, plastik atau sumpun kering. • Jauhkan BBM dari rumah. • Persiapkan masker untuk melindungi dan mengurangi gangguan pernapasan dari asap hutan yang terbakar. • Persiapkan kacamata untuk melindungi mata dari asap yang pekat.

Saat bencana:

• Pastikan jumlah anak, anggota keluarga dan staf adalah lengkap dan diketahui keberadaannya. • Pastikan semua anak, anggota keluarga atau staf pekerja tidak berada di daerah hutan atau lahan yang terbakar. • Bila meninggalkan rumah pastikan rumah dalam keadaan aman dan jauh dari jangkauan kebakaran hutan dan lahan. • Amankan semua berkas dan dokumen penting. • Jaga keamanan anak-anak dan anggota keluarga selama terjadi kebakaran hutan atau lahan. • Upayakan agar api dari hutan atau lahan terbakar tidak menjalar ke rumah dan wilayah lain. Untuk ini perlu menebang sisi luar hutan atau lahan untuk menyekat pejalaran api.Turut memadamkan api di hutan dan lahan terbakar. • Memakai masker (penutup) mulut dan hidung saat berada di luar rumah. • Ketika naik sepeda motor memakai kaca mata untuk melindungi mata dari serangan asap. Aasap bisa membuat mata peri dan merah dan bisa meninmbulkan kecelakaan bila mata terganggu karena asap.

Sesudah bencana:

• Pastikan kebakaran telah usai dan api telah dipadamkan serta dinyatakan aman. • Jangan masuk hutan dan lahan terbakar bila masih ada api atau kepulan asap. • Gunakan sepatu, pakaian dan penutup kepala yang aman ketika memasuki wilayah hutan dan lahan terbakar.

7. Rencana menghadapi bencana

Untuk menghadapi kebakaran hutan atau lahan setiap orang harus mempunyai rencana. Rencana ini antara lain meliputi:

• Bergabung dengan kegiatan PRB berbasis masyarakat, khususnya masyarakat siaga bencana kebakaran hutan dan lahan. • Turut serta dan mendukung Pendidikan PRB di sekolah. • Mengikuti kegiatan pelatihan teknis dan ketrampilan kerja dalam rangka PRB (pertukangan, pertanian, peternakan, keterampilan usaha, industri rumah tangga dan sejenisnya). Ini dimaksudkan untuk meningkatkan keadaan ekonomi masyarakat sehingga tidak rentan dalam menghadapi bencana gempa bumi.

B. MITIGASI BENCANA

Upaya mitigasi bencana kebakaran hutan atau lahan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

(1) Mitigasi non struktural, yaitu bukan upaya pembangunan fisik dengan memanfaatkan pengetahuan, tindakan dan kesepakatan untuk mengurangi risiko dan dampak bencana. Secara khusus ini meliputi antara lain: undang-undang dan kebijakan, peraturan, pedoman kegiatan peningkatan kesadaran publik dalam PRB, pelatihan dan pendidikan.

(2)Mitigasi struktural, yaitu upaya pembangunan fisik untuk mengurangi atau menghindari kemungkinan akibat atau dampak bahaya bencana atau/serta penerapan teknologi serta arsitektur dan sistim bangunan yang kuat agar tahan hantaman bahaya bencana.

Mengingat wilayah kebakaran hutan dapat meliputi beberapa daerah administrasi pemerintah daerah maka dalam mitigasi bencana kebakaran hutan diperlukan koordinasi aktif antar pemerintah daerah provinsi dan kabupaten.

1. Mitigasi non-struktural

• Kampanye kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. • Melakukan pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan secara ketat. • Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan khususnya untuk penanggulangan dini. • Latihan menggunakan pemadam kebakaran portable. • Jangan membuang puntung rokok sembarangan. • Bagi peladang hindari penyiapn ladang dengan membakar kayu dan daun yang ada. Bila terpaksa harus dibakar pastikan bahwa pembakaran dipantau dengan ketat dan secara bergiliran. • Bagi yang berkemah, segera matikan kayu api bekas masak atau api unggun.

2. Mitigasi struktural

• Pembuatan waduk untuk pemadaman api. • Pembuatan sekat-sekat di hutan dan lahan untuk mencegah meluasnya kebakaran. • Hindarkan pembukaan lahan dengan cara pembakaran. • Hindarkan penanaman tanaman yang sejenis untuk daerah yang luas. • Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman heterogen. • Membeli mobil pemadam kebakaran dan menyiapkan petugas pemadam kebakaran dengan baik.

C. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA

Catatan:

Bagian “Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana” dan “Pemulihan: Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana” adalah panduan umum untuk berbagai jenis bencana dan harus disesuaikan dengan masing-masing bencana.

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana dilakukan bila upaya pencegahan dan mitigasi bencana telah dilaksanakan namun bencana tidak dapat dielakkan untuk ini perlu upaya kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana harus dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana saat bencana itu terjadi. Peringatan dini dan beberapa kegiatan tanggap darurat bencana masuk dalam bagian ini.

Oleh karena itu untuk bencana kebakaran hutan dan lahan perlu dibuat dan dikebangkan secara khusus tentang Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana ini. Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana 1. Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana yang dilakukan meliputi:

a. Penilaian Risiko Bencana dengan memperhatikan kearifan dan pengetahuan masyarakat lokal meliputi: pengidentifikasian ancaman bencana dan kerentanan; analisis risiko bencana, penentuan tingkat risiko bencana, dan pemetaan wilayah risiko bencana. Untuk hal ini perlu melibatkan para pemangku kepentingan seperti: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, BNPB, pemegang hak usaha hutan dan lahan, perusahaan perkebunan, masyarakat di dalam dan sekitar hutan, dan organisasi masyarakat peduli lingkungan dan kelestarian hutan.

b. Penilaian kemampuan dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di daerah rentan bencana.

c. Perencanaan siaga dengan membuat skenario kejadian untuk tiap jenis bencana yang dibuat kebijakan penanganannya, dikaji kebutuhannya, diinventarisasi sumberdayanya yang diuji kaji dan selalu dimutakhirkan.

d. Mobilisasi sumberdaya dengan invertarisasi sumberdaya yang dimilikinya dan dari luar yang siap digunakan untuk keperluan darurat, seperti: barang pasokan kebutuhan dasar (sembako) untuk darurat bencana dan bahan, barang, perlengkapan dan peralatan untuk pemulihan rumah, sarana dan prasarana publik.

e. Pendidikan di sekolah-sekolah dan Pelatihan pengelolaan dan teknis pelaksanaan penanggulangan bencana secara berkelanjutan.

f. Forum koordinasi dan pertemuan berkala secara rutin, saling bertukar informasi dan menyusun rencana terpadu pada tingkat masyarakat dan jajaran pemerintah daerah.

2. Pengelolaan Tanggap Darurat Bencana

Kegiatan ini meliputi penyiapan Posko bantuan bencana darurat, tempat evakuasi, tim reaksi cepat evakuasi dan prosedur tetap.

Untuk tiap bencana dan masing-masing pemukiman perlu dilakukan dan disediakan hal-hal berikut:

• Penentuan lokasi evakuasi, jalur ke lokasi evakuasi, papan tanda menuju lokasi evakuasi, dan peta jalan menuju lokasi evakuasi. Sebaiknya setiap orang dan keluarga melakukan uji coba evakuasi dengan mengikutimjalur yang sudah ditentukan. • Penyediaan perlengkapan dan fasilitas di lokasi evakuasi. • Pembuatan pedoman prosedur evakuasi pada saat bencana. • Pembentukan Tim SAR dan melengkapi peralatan SAR yang dibutuhkan, seperti perahu karet, peralatan komunikasi, lampu senter, pemngeras suara portabel, dan sejenisnya. • Pembentukan sistim keamanan pada saat bencana. Ini untuk memberi rasa aman kepada warga yang meninggalkan rumahnya saat bencana. • Kendaraan transportasi menuju lokasi evakuasi. Dalam beberapa bencana, seperti gunung api meletus, lokasi evakuasinya biasa berjarak cukup jauh dari pemukiman penduduk. Oleh karena itu perlu disiapkan alat transporatsi untuk mengangkut pengungsi dengan cepat. • Penyediaan air bersih dan sarana mandi, cuci, kakus (MCK) di lokasi evakuasi. • Untuk penyediaan air bersih di lokasi evakuasi saat ini sudah banyak tersedia alat penjernih air yang mudah dibawa dan dipindahkan ke berbagai lokasi. Alat ini sangat diperlukan saat terjadi evakuasi karena air jernih siap pakai sangat dibutuhkan saat evakuasi. • Makanan di lokasi evakuasi. Dapur umum yang menyediakan makanan bagi pengungsi, terutama anak-anak, harus disediakan sedini mungkin. Demikian pula dengan alat-alat masak dan bahan bakunya. Tenaga relawan yang memasak biasa mudah diperoleh saat evakuasi. • Pertolongan pertama, pengobatan darurat dan obat-obatan penting di lokasi evakuasi. • Layanan medis di lokasi evakuasi. Dinas kesehatan pemerintah daerah, klinik kesehatan, dinas kesehatan TNI, pelayanan kesehatan PMI dan lembaga lainnya umumnya sudah siap sedia untuk memberi pelayanan kesehatan pada saat bencana.

3. Kegiatan Peringatan Dini Bencana

Untuk beberapa jenis bencana, seperti banjir, gunung api meletus, tsunami, dan kebakaran, dapat dilakukan peringatan dini bencana. Kegiatan peringatan dini bencana meliputi:

• Pengelolaan peringatan dini

Mengingat terdapat berbagai jenis bencana di Indonesia maka dalam perkembangannya pengelolaan peringatan dini untuk masing-masing bencana juga dilakukan oleh berbagai lembaga yang berwenang. Sebagai contoh, peringatan dini bencana banjir dilaksanakan oleh Badan Pengendali Banjir Daerah; peringatan dini gunung api dilaksanakan oleh kantor Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (BVMBG); peringatan dini tsunami oleh Badan Klimatologi, Meteorologi Geofisika bekerja sama dengan BPBD/Satkorlak Bencana Daerah; peringatan dini kebakaran oleh masyarakat. Semua kegiatan peringatan dini tentu saja berkoordinasi dengan BNPB/BPBD, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat.

Oleh karena itu masing-masing Badan/Dinas yang berwenang tadi melakukan sendiri dan memiliki prosedur tetap sendiri untuk hal-hal berikut:

• Pembangunan, pemasangan dan pengoperasian peralatan untuk mengamati gejala bencana. • Metode untuk menganalisa hasil pengamatan gejala bencana. • Proses pembuatan keputusan status bencana berdasar hasil analisa masing-masing badan/lembaga. • Sistim penyebaran informasi hasil keputusan status bencana. • Ketersediaan alat penyebaran informasi peringatan dini (telepon, radio baterai, handy talky/HT). Semua badan dan lembaga yang melakukan kegiatan peringatan dini tersebut di atas telah melengkapi kegiatannya dengan berbagai alat penyebaran informasi peringatan dini. Untuk mendukung upaya penyebaran informasi peringatan dini ini agar dapat mencapai semua penduduk di berbagai wilayah maka diharapkan msyarakat juga memiliki peralatan ini, baik secara sendiri-sendiri maupun secara kelompok. • Saat ini masyarakat juga memanfaatkan alat yang dipakai secara tradisional, seperti kentongan, bel, sirine, atau pengeras suara di mushola dan mesjid. Organisasi ORARI dan RAPI selalu siap menyebarkan peringatan dini bencana. • Uji coba dan latihan sistem peringatan dini. Uraian kegiatan secara rinci silakan lihat bagian Pedoman Pelatihan Simulasi Kesiapsiagaan Bencana.

4. Manajemen Informasi Bencana

• Sistim informasi yang dikembangkan untuk peringatan dini bencana sebaiknya dikembangkan sedemikian rupa sehingga mudah diakses, dimengerti dan disebarluaskan. Untuk ini isi dan bentuk informasinya harus: Akurat, Tepat waktu, Dapat dipercaya dan Mudah dikomunikasikan. • Masyarakat dan tiap rumah tangga harus pula memiliki informasi penting terkini berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana, seperti daftar nama, alamat, nomor telepon orang-orang penting dan keluarga, lembaga, kantor polisi, Tim SAR, Palang Merah, Rumah Sakit, Pemadam Kebakaran, relawan yang bisa dihubungi pada saat bencana. Hal ini penting agar tiap keluarga dapat meminta bantuan kepada petugas yang berwenang atau memberi kabar tentang keadaannya setelah bencana terjadi.

5. Gladi Simulasi Bencana

Gladi Simulasi Bencana atau latihan simulasi kesiapsiagaan menghadapi bencana, khususnya tentang peringatan dini dan evakuasi, harus dilakukan secara berkala dan rutin di lapangan dan di sekolah-sekolah. Gunanya adalah untuk menguji tingkat kesiapsiagaan dan membiasakan diri para petugas, siswa dan masyarakat menghadapi bencana.

D. PEMULIHAN: REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana harus dilaksanakan dalam kerangka pengurangan risiko bencana yang akan datang. Mengingat bahwa ancaman bahaya bencana akan selalu ada maka sejak awal upaya-upaya mengurangi kerentanan fisik, sosial dan ekonomi masyarakat harus dilakukan.

Oleh karena itu setelah kejadian suatu bencana setiap kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berusaha memulihkan keadaan masyarakat supaya bisa bangkit kembali dari keadaan keterpurukan harus dilakukan dalam kerangka PRB yang mengatisipasi terjadinya bencana yang akan datang.

Kegiatannya antara lain meliputi:

1. Melakukan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) berdasarkan analisis risiko bencana. Ini termasuk rencana struktur, pola ruang wilayah, dan penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana yang telah ditetapkan lembaga berwenang dalam:

• Membangun kembali dan memperbaiki lingkungan daerah bencana kebakaran hutan dan lahan, sarana fisik serta upaya lain untuk meminimalkan risiko bencana yang akan datang, seperti: membangun bendungan dan saluran air, jalan menuju hutan yang bisa dilalui kendaraan, dan sejenisnya. • Membangun kembali dan memperbaiki prasarana dan sarana publik yang rusak karena bencana, seperti: jalan raya, jembatan, sekolah, pasar dan gedung-gedung kantor pemerintah yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) serta pemakaian alat yang lebih baik dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana, seperti kebakaran hutan dan lahan. • Membangun kembali dan memperbaiki rumah masyarakat yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana. • Menyelenggarakan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan mengenai bencana kebakaran hutan dan lahan.

2. Melaksanakan kegiatan pelatihan dan bantuan modal usaha untuk mengurangi ketergantungan masyarakat kepada sumber mata pencarian yang tidak aman dan rawan bahaya.

3. Meningkatkan kemampuan masyarakat pada pasca bencana untuk membangun kembali dan memperbaiki rumah, gedung dan bangunan sejenisnya yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana kebakaran, yang telah ditetapkan lembaga berwenang serta sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Hal ini dilakukam berdasarkan analisis risiko bencana, yang antara lain meliputi rencana struktur dan pola ruang wilayah serta penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana yang telah ditetapkan lembaga berwenang.

4. Mengajak masyarakat pada pasca bencana untuk:

• Tidak melakukan penebangan liar dan pembakaran hutan dan lahan. • Tidak menggantungkan kembali sumber mata pencariannya pada kegiatan yang tidak aman dan rawan bahaya, seperti: membuka lahan dengan cara membakar dan melakukan pembalakan/penebangan liar.

E. PENUTUP

Untuk mempercepat peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek target sasaran tentang pengurangan risiko bencana kebakaran hutan dan lahan, ada banyak cara atau metode yang dapat dipakai yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan serta menarik bagi masyarakat dalam tingkat pendidikan apapun. Kemaslah informasinya dengan menarik.

Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan memberi informasi sedikit demi sedikit, santai tapi terarah. Dalam menginformasikan pengurangan risiko bencana kebakaran hutan dan lahan juga dapat memanggil pembicara ahli untuk masing-masing bidang.

Silakan kirim komentar atau pertanyaan ke:

bambanghsamekto@gmail.com