KEKERINGAN



KEKERINGAN DI INDONESIA

Bambang Hendro Samekto

A. PENGETAHUAN TENTANG BENCANA KEKERINGAN

1. Pengertian

Kekeringan adalah keadaan ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.

Masalah kekeringan, dikelompokkan menjadi: (a) kekeringan alamiah atau (b) kekeringan karena ulah manusia:

a. Kekeringan Alamiah • Kekeringan terjadi karena keadaan cuaca di mana tingkat curah hujan dalam satu musim berada di bawah normal. Keadaan ini merupakan indikasi pertama adanya kekeringan. • Kekeringan terjadi karena berkurangnya ketersediaan air permukaaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan naik-turunnya muka air sungai, waduk, danau, sumur dan muka air tanah. • Kekeringan pertanian terjadi karena berkurangnya kandungan air dalam tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman akan air pada waktu tertentu di wilayah yang luas. Akibatnya tanaman akan mati kekeringan.

b. Kekeringan karena Ulah Manusia

Kekeringan ini disebabkan karena ketidaktaaatan pengguna air kepada aturan yang ada, yaitu:

• Kebutuhan air lebih besar dari pasokan yang disediakan akibat ketidaktaatan pengguna air terhadap pola tanam dan penggunaan air. • Kerusakan kawasan tangkapan air, resapan air dan sumber-sumber air akibat perbuatan manusia.

4. Penyebab

Dari data diketahui bahwa kekeringan di Indonesia sangat berkaitan erat dengan fenomena ENSO (El-Nino Southern Oscillation) atau sering disebut El Nino saja. Pengamatan dari tahun 1884, dari 43 kejadian kekeringan di Indonesia, hanya enam kejadian yang tidak berkaitan dengan kejadian EL-Nino. Namun demikian dampak kejadian El-Nino terhadap keragaman musim hujan di Indonesia beragam menurut lokasi.

El-Nino berpengaruh terhadap pola hujan di Indonesia, yaitu:

• Akhir musim kemarau mundur dari normal • Awal masuk musim hujan mundur dari normal • Curah hujan musim kemarau turun tajam dibanding normal • Jumlah hari kering semakin banyak, khususnya di daerah Indonesia bagian timur • Kekeringan juga disebabkan ulah manusia yang tidak taat dalam menggunakan persediaan air sesuai aturan yang ada.

5. Cara Perusakan

Kekeringan menyebabkan berkurangnya ketersedian air baik untuk kebutuhan hidup sehari-hari maupun pertanian, peternakan dan perikanan. Tidak tersedianya air yang cukup akan berdampak pada kesehatan manusia, tanaman serta hewan baik langsung maupun tidak langsung. Kekeringan menyebabkan pepohonan akan mati dan tanah jadi gundul yang pada musim hujan menjadi mudah erosi dan banjir.

Dampak dari bahaya kekeringan ini seringkali dirasakan secara lambat, sehingga jika tidak dipantau secara terus menerus akan menyebabkan bencana. Kekeringan menyebabkan pasokan komoditi ekonomi kurang dari kebutuhan normal. Kekeringan menyebabkan hilangnya bahan pangan akibat tanaman pangan layu dan rusak dan ternak mati, petani kehilangan mata pencaharian, banyak orang kelaparan dan mati, sehingga berdampak urbanisasi.

6. Kerugian, Korban dan Kerusakan akibat Bencana

Kekeringan mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, baik milik perorangan maupun milik umum. Ini dapat mengganggu dan bahkan melumpuhkan kegiatan sosial dan ekonomi penduduk. Manusia akan meninggal dan sakit karena menurunnya tingkat nutrisi, malnutrisi, kelaparan, juga hilangnya kesempatan pertanian dan perikanan yang ada serta terbatasnya persediaan dan pasokan air bersih.

Kerugian akibat kekeringan dapat dikelompokkan dalam tiga komponen: Sosial, Ekonomi dan Lingkungan.

a. Komponen sosial: • Menurunnya kualitas hidup: • Kekurangan pangan • Kehilangan nyawa • Penurunan kesehatan (sakit, keadaan kurang gizi, polusi) • Bertambahnya kemiskinan • Keamanan publik berkurang akibat kebakaran hutan, lahan pertanian dan padang rumput • Konflik antar pengguna air sehingga timbul ketegangan dan kerusuhan sosial • Migrasi penduduk (dari desa ke kota).

b. Komponen Ekonomi

• Kehilangan produksi tanaman: • Kehilangan produksi tahunan dan kerusakan pada kualitas tanaman. • Muncul penyakit tanaman • Kerusakan yang diakibatkan satwa liar pada tanaman. • Kehilangan produksi peternakan dan produksi susu sapi: • Berkurangnya produktivitas peternakan. • Berkurangnya cadangan ternak. • Berkurangnya padang rumput. • Kehilangan produksi kayu: • Kebakaran hutan. • Penurunan produksi lahan hutan. • Kehilangan produksi perikanan air tawar: • Rusaknya habitat ikan air tawar. • Hilangnya ikan-ikan kecil karena berkurangnya air. • Kehilangan pendapatan petani, peternakdan usaha-usaha lainnya yang terkena dampak bencana kekeringan.

c. Komponen lingkungan:

• Kerusakan pada spesies binatang. • Berkurangnya dan rusaknya habitat satwa liar. • Hilang dan rusaknya spesies air tawar. • Erosi tanah karena kekeringan. • Dampak atas kualitas air (meningkatnya kadar salinitas air). • Dampak atas kualitas udara (debu, polutan) 7. Gejala dan Tanda • Kekeringan karena menurunnya curah hujan di bawah normal dalam satu musim. Kekeringan yang disebabkan oleh perubahan cuaca merupakan indikasi pertama adanya bencana kekeringan. • Tahap kekeringan selanjutnya adalah terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini dapat dilihat dari turunnya muka air sungai, waduk, danau, dan muka air tanah. Ada tenggang waktu mulai berkurangnya hujan sampai menurunnya elevasi muka air sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah. Berkurangnya ketersediaan air tersebut bukan merupakan awal adanya bencana kekeringan. • Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan kekurangan air tanah (kandungan air dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada phase tertentu pada wilayah yang luas yang menyebabkan tanaman menjadi rusak/mengering.

8. Tindakan yang dilakukan sebelum, pada saat dan sesudah terjadinya bencana

Sebelum bencana:

• Buat penampungan air dan tampung air yang cukup memenuhi kebutuhan keluarga selama tiga sampai empat bulan. • Hemat pemakaian air. • Tidak menebang pohon • Tidak melakukan pembakaran • Jauhkan dari rumah barang atau bahan yang mudah terbakar, seperti ilalang, kayu, dan sejenisnya • Menyiapkan hijauan untuk pakan ternak

Saat bencana:

• Hemat pemakaian air • Hindari terkena matahari langsung. Selalu berteduh di bawah naungan rumah, bangunan atau pohon • Berhati-hati dalam memasak yang memakai api • Tidak membakar rumput atau semak belukar

Setelah bencana:

• Memeriksa korban atau kerusakan akibat bencana kekeringan. • Tetap hemat dalam pemakaian air sampai persediaan air normal seperti semula. • Perbaiki bagian rumah yang rusak akibat kekeringan.

8. Rencana menghadapi bencana

Untuk menghadapi kekeringan setiap orang yang tinggal di daerah rawan kekeringan harus mempunyai rencana. Rencana ini antara lain meliputi:

• Bergabung dengan kegiatan PRB berbasis masyarakat, khususnya masyarakat siaga bencana kekeringan. • Turut serta dan mendukung Pendidikan PRB di sekolah. • Mengikuti kegiatan pelatihan teknis dan ketrampilan kerja dalam rangka PRB (pertukangan, pertanian, peternakan, keterampilan usaha, industri rumah tangga dan sejenisnya). Ini dimaksudkan untuk meningkatkan keadaan ekonomi masyarakat sehingga tidak rentan dalam menghadapi bencana kekeringan.

B. MITIGASI BENCANA

Upaya mitigasi bencana kekeringan dibagi menjadi dua bagian, yaitu: (1) upaya mitigasi non-struktural (bukan upaya pembangunan fisik) dan (2) upaya mitigasi struktural (upaya pembangunan fisik).

1. Mitigasi non-struktural

• Membentuk kelompok masyarakat peduli pemakai air. • Penyusunan peta rawan kekeringan di Indonesia. • Menghemat pemakaian air. • Persedian air bersih hanya untuk hal-hal yang penting saja. Penyuluhan dan pendidikan tentang bencana kekeribgan

2. Mitigasi struktural

• Membuat waduk, danau, embung atau bak penampungan air • Melakukan penghijauan • Penyesuaian pola tanam • Membuat bendungan sungai dan saluran irigasi • Tidak menebang hutan • Memperbanyak resapan air di tanah. Jengan melapisi semua permukaan tanah dengan semen. • Lindungi semua sumber mata air dan pengembangannya di hulu.

C. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA

Catatan:

Bagian “Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana” dan “Pemulihan: Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana” adalah panduan umum untuk setiap jenis bencana dan harus disesuaikan dengan masing-masing bencana.

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana dilakukan bila upaya pencegahan dan mitigasi bencana telah dilaksanakan namun bencana tidak dapat dielakkan untuk ini perlu upaya kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana harus dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana saat bencana itu terjadi. Peringatan dini dan beberapa kegiatan tanggap darurat bencana masuk dalam bagian ini.

1. Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana yang dilakukan meliputi:

• Penilaian Risiko Bencana dengan memperhatikan kearifan dan pengetahuan masyarakat lokal meliputi: pengidentifikasian ancaman bencana dan kerentanan; analisis risiko bencana, penentuan tingkat risiko bencana, dan pemetaan wilayah risiko bencana. • Penilaian kemampuan dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di daerah rentan bencana. • Perencanaan siaga dengan membuat skenario kejadian untuk tiap jenis bencana yang dibuat kebijakan penanganannya, dikaji kebutuhannya, diinventarisasi sumberdayanya yang diuji kaji dan selalu dimutakhirkan. • Mobilisasi sumberdaya dengan invertarisasi sumberdaya yang dimilikinya dan dari luar yang siap digunakan untuk keperluan darurat, seperti: barang pasokan kebutuhan dasar (sembako) untuk darurat bencana dan bahan, barang, perlengkapan dan peralatan untuk pemulihan rumah, sarana dan prasarana publik. • Pendidikan di sekolah-sekolah dan Pelatihan pengelolaan dan teknis pelaksanaan penanggulangan bencana secara berkelanjutan. • Forum koordinasi dan pertemuan berkala secara rutin, saling bertukar informasi dan menyusun rencana terpadu pada tingkat masyarakat dan jajaran pemerintah daerah.

2. Pengelolaan Tanggap Darurat Bencana

Kegiatan ini meliputi penyiapan Posko bantuan bencana darurat, tempat evakuasi, tim reaksi cepat evakuasi dan prosedur tetap.

Untuk tiap bencana dan masing-masing pemukiman perlu dilakukan dan disediakan hal-hal berikut:

• Penentuan lokasi evakuasi, jalur ke lokasi evakuasi, papan tanda menuju lokasi evakuasi, dan peta jalan menuju lokasi evakuasi. Sebaiknya setiap orang dan keluarga melakukan uji coba evakuasi dengan mengikuti jalur yang sudah ditentukan. • Penyediaan perlengkapan dan fasilitas di lokasi evakuasi. • Pembuatan pedoman prosedur evakuasi pada saat bencana. • Pembentukan Tim SAR dan melengkapi peralatan SAR yang dibutuhkan, seperti peralatan komunikasi, lampu senter, pemngeras suara portabel, dan sejenisnya. • Pembentukan sistim keamanan pada saat bencana. Ini untuk memberi rasa aman kepada warga yang meninggalkan rumahnya saat bencana. • Kendaraan transportasi menuju lokasi evakuasi. Dalam beberapa bencana, seperti gunung api meletus, lokasi evakuasinya biasa berjarak cukup jauh dari pemukiman penduduk. Oleh karena itu perlu disiapkan alat transporatsi untuk mengangkut pengungsi dengan cepat. • Penyediaan air bersih dan sarana mandi, cuci, kakus (MCK) di lokasi evakuasi. • Penyediaan air bersih di lokasi evakuasi. Saat ini sudah banyak tersedia alat penjernih air yang mudah dibawa dan dipindahkan ke berbagai lokasi. Alat ini sangat diperlukan saat terjadi evakuasi karena air jernih siap pakai sangat dibutuhkan saat evakuasi. • Makanan di lokasi evakuasi. Dapur umum yang menyediakan makanan bagi pengungsi, terutama anak-anak, harus disediakan sedini mungkin. Demikian pula dengan alat-alat masak dan bahan makananya. Tenaga relawan yang memasak bisa mudah diperoleh saat evakuasi. • Pertolongan pertama, pengobatan darurat dan obat-obatan penting di lokasi evakuasi. • Layanan medis di lokasi evakuasi. Dinas kesehatan pemerintah daerah, klinik kesehatan, dinas kesehatan TNI, pelayanan kesehatan PMI dan lembaga lainnya umumnya sudah siap sedia untuk memberi pelayanan kesehatan pada saat bencana.

3. Kegiatan Peringatan Dini Bencana

Untuk bencana kekeringan dapat dilakukan peringatan dini bencana. Kegiatan peringatan dini bencana meliputi:

• Pengelolaan peringatan dini

Mengingat terdapat bencana kekeringan di Indonesia maka dalam perkembangannya pengelolaan peringatan dini untuk bencana ini dilakukan oleh lembaga yang berwenang.

Sebagai contoh, peringatan dini bencana kekeringan dilaksanakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bekerja sama dengan BPBD/Satkorlak Bencana Daerah; peringatan dini bencana oleh masyarakat. Semua kegiatan peringatan dini tentu saja berkoordinasi dengan BNPB/BPBD, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat.

Oleh karena itu masing-masing Badan/Dinas yang berwenang tadi melakukan sendiri dan memiliki prosedur tetap masing-masing untuk hal-hal berikut:

• Pembangunan, pemasangan dan pengoperasian peralatan untuk mengamati gejala bencana kekeringan. • Metode untuk menganalisa hasil pengamatan gejala bencana. • Proses pembuatan keputusan status bencana berdasar hasil analisa masing-masing badan/lembaga • Sistim penyebaran informasi hasil keputusan status bencana.

• Ketersediaan alat penyebaran informasi peringatan dini (telepon, radio baterai, handy talky/HT). Semua badan dan lembaga yang melakukan kegiatan peringatan dini tersebut di atas telah melengkapi kegiatannya dengan berbagai alat penyebaran informasi peringatan dini. Untuk mendukung upaya penyebaran informasi peringatan dini ini agar dapat mencapai semua penduduk di berbagai wilayah maka diharapkan masyarakat juga memiliki peralatan ini, baik secara sendiri-sendiri maupun secara kelompok. Saat ini masyarakat juga memanfaatkan alat yang dipakai secara tradisional, seperti kentongan, lonceng, sirine, atau pengeras suara di mushola dan mesjid. Organisasi ORARI dan RAPI selalu siap menyebarkan peringatan dini bencana. • Uji coba dan latihan sistem peringatan dini.

4. Manajemen Informasi Bencana

• Sistim informasi yang dikembangkan untuk peringatan dini bencana sebaiknya dikembangkan sedemikian rupa sehingga mudah diakses, dimengerti dan disebarluaskan. Untuk ini isi dan bentuk informasinya harus: Akurat, Tepat waktu, Dapat dipercaya dan Mudah dikomunikasikan. • Masyarakat dan tiap rumah tangga harus pula memiliki informasi penting terkini berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana, seperti daftar nama, alamat, nomor telepon orang-orang penting dan keluarga, lembaga, kantor polisi, Tim SAR, Palang Merah, Rumah Sakit, Pemadam Kebakaran, relawan yang bisa dihubungi pada saat bencana. Hal ini penting agar tiap keluarga dapat meminta bantuan kepada petugas yang berwenang atau memberi kabar tentang keadaannya setelah bencana terjadi.

5. Gladi Simulasi Bencana

Gladi Simulasi Bencana atau latihan simulasi kesiapsiagaan menghadapi bencana, khususnya tentang peringatan dini dan evakuasi, harus dilakukan secara berkala dan rutin di lapangan dan di sekolah-sekolah. Gunanya adalah untuk menguji tingkat kesiapsiagaan dan membiasakan diri para petugas, siswa dan masyarakat menghadapi bencana.

D. PEMULIHAN: REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Pelaksanaan kegiatan pemulihan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana harus dilaksanakan dalam kerangka pengurangan risiko bencana yang akan datang. Mengingat bahwa ancaman bahaya bencana akan selalu ada maka sejak awal upaya-upaya mengurangi kerentanan fisik, sosial dan ekonomi masyarakat harus dilakukan. Oleh karena itu setelah kejadian suatu bencana setiap kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berusaha memulihkan keadaan masyarakat supaya bisa bangkit kembali dari keadaan keterpurukan harus dilakukan dalam kerangka PRB yang mengatisipasi terjadinya bencana yang akan datang.

Kegiatannya antara lain meliputi:

1. Melakukan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) berdasarkan analisis risiko bencana. Ini termasuk rencana struktur, pola ruang wilayah, dan penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana yang telah ditetapkan lembaga berwenang dalam:

• membangun kembali dan memperbaiki lingkungan daerah bencana dan prasarana fisik serta upaya lain untuk meminimalkan risiko bencana yang akan datang, seperti: membangun bendungan, checkdam, dan saluran air. • membangun kembali dan memperbaiki prasarana dan sarana publik yang rusak agar lebih baik dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana. • membangun kembali dan memperbaiki rumah masyarakat yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana kekeringan. • menyelenggarakan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan mengenai hal-hal tersebut di atas.

2. Melaksanakan kegiatan pelatihan dan bantuan modal usaha untuk mengurangi ketergantungan masyarakat kepada sumber mata pencarian yang tidak aman dan rawan bahaya.

3. Meningkatkan kemampuan masyarakat pada pasca bencana untuk membangun kembali dan memperbaiki rumah, gedung dan bangunan sejenisnya yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana, seperti kebakaran, yang telah ditetapkan lembaga berwenang serta sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Hal ini dilakukam berdasarkan analisis risiko bencana, yang antara lain meliputi rencana struktur dan pola ruang wilayah serta penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana yang telah ditetapkan lembaga berwenang.

  1. Mengajak masyarakat pada pasca bencana untuk: • Tidak menggantungkan kembali sumber mata pencariannya pada kegiatan yang tidak aman dan rawan bahaya kekeringan. E. PENUTUP Untuk mempercepat peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek target sasaran tentang pengurangan risiko bencana kekeringan, ada banyak cara atau metode yang dapat dipakai yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan serta menarik bagi masyarakat dalam tingkat pendidikan apapun. Kemaslah informasinya dengan menarik. Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan memberi informasi sedikit demi sedikit, santai tapi terarah. Dalam menginformasikan pengurangan risiko bencana kekeringan juga dapat memanggil pembicara ahli untuk masing-masing bidang. Silakan kirim komentar atau pertanyaan ke: bambanghsamekto@gmail.com