KEBAKARAN RUMAH DAN GEDUNG

!DOCTYPE html>
KEBAKARAN RUMAH DAN GEDUNG DI INDONESIA

Bambang Hendro Samekto

Kebakaran rumah dan gedung sering sekali terjadi di Indonesia. Kebakaran hampir terjadi di sepanjang tahun khususnya pada bulan-bulan kemarau antara Juni – September. Sebagian besar kebakaran rumah dan gedung terjadi karena kesalahan manusia (human error). Dua pemicu kebakaran ini adalah kompor gas dan alat listrik.

Hampir semua rumah tangga, rumah makan, industri makanan rumah tangga atau pabrik sekarang memakai kompor gas untuk masak. Sikap tidak hati-hati, tidak waspada, tidak teliti, lengah dan lupa sering memicu kebakaran ketika sedang masak memakai kompor gas.

Sifat gas LPG (liquified petroleum gas) dengan sebagian besar unsur kimia propana (C3 H8) dan butana (C4H10) yang mudah terbakar serta mengandung hidrokarbon dalam jumlah kecil, yaitu etana (C2H6) dan pentana (C5 H12) membuatnya mudah sekali terbakar. Dengan percikan api rokok atau stop kontak listrik, bocoran gas LPG bisa langsung menyala dan meledak. LPG rumah tangga berbentuk cair yang dikemas dalam tabung dengan diberi tekanan agar bisa menyembur dari tabung gas. Semburan kuat dari tabung gas yang bocor inilah yang memudahkan gas LPG memenuhi ruangan dalam waktu singkat dan terbakar bila terpercik api. Api ini akan membakar semua bahan yang mudah terbakar.

Sementara itu kebakaran akibat arus pendek listrik biasanya terjadi karena pemakaian kabel yang tidak sesuai dengan daya listrik, sistim kabel penyaluran listrik di rumah atau gedung tidak tertata rapi, pemakaian kabel terbuka, serta alat pembagi atau sistim distribusi yang tidak teratur dan tidak sesuai daya beban. Hal ini membuat alat pembagi menjadi mudah panas dan terbakar.

Saat ini belum ada data nasional tentang kejadian kebakaran rumah dan gedung.

A. PENCEGAHAN BENCANA

1. Pengertian

Kebakaran rumah dan gedung adalah perubahan langsung atau tidak langsung keadaan fisik rumah dan gedung akibat kebakaran yang disebabkan oleh penggunaan api, BBM, gas dan listrik yang tidak aman. Akibat kebakaran, rumah dan gedung menjadi tidak berfungsi dan tidak dapat dipakai lagi untuk kegiatan sehari-hari.

Ada tiga kelompok atau jenis kebakaran bedasarkan bahan yang terbakar, yaitu:

• Kelompok bahan padat, seperti kayu, kertas, pelastik, karet, dan sejenisnya. Cara pemadamannya adalah dengan disiram air, ditimbun pasir, ditutup karung goni basah, disemprot dengan alat pemadam kebakaran portable dan/atau zat kimia berupa racun api kering. • Kelompok benda cair yang mudah terbakar seperti BBM, yaitu bensin, minyak tanah, solar, alkohol, cat minyak dan sejenisnya. Cara pemadamannya dengan zat kimia berupa racun api kering, pasir, dan alat pemadam kebakaran portable. Tidak dianjurkan memadamkannya dengan air karena berat jenis air lebih tinggi dari bahan-bahan di atas sehingga dikhawatirkan bahan-bahan kimia itu akan terbawa aliran air dan kebakaran merambat ke tempat lain. • Listrik di rumah atau gedung dan kendaraan bermotor, kapal, dan sejenisnya. Cara pemadamannya dengan memutuskan aliran listrik dan zat kimia berupa racun api kering.

2. Penyebab

• Aktivitas manusia yang menggunakan api atau listrik di rumah dan gedung atau sekitarnya sehingga menyebabkan kebakaran. • Faktor alam yang dapat memicu terjadinya kebakaran rumah dan gedung, seperti sambaran petir. • Angin yang cukup besar dapat memicu dan mempercepat menjalarnya api. • Keadaan pemukiman penduduk yang rapat dan berhimpitan serta terbuat dari bahan bangunan yang mudah terbakar, seperti kayu, plastik, dan sebagainya.

Penyebab langsung:

• Api rokok, korek api, lilin atau obat nyamuk yang menyambar BBM, tabung gas, kios penjual bensin eceran, kasur, tirai, kelambu. • Tabung gas meledak. • Arus pendek listrik di rumah dan gedung, alat rumah dan gedung tangga, bengkel, pabrik, industri. • Arus pendek listrik di mobil.

3. Cara Perusakan

Kebakaran rumah dan gedung sebagian besar terjadi karena faktor manusia yang sengaja atau tidak sengaja menyalakan api di rumah dan gedung atau sekitar rumah dan gedung. Api yang membakar bisa merusak dan menhancurkan alat-alat rumah tangga, rumah, gedung atau kendaraan. Kerusakan akibat kebakaran antara lain berupa hancur dan hilangnya rumah dan gedung, kerusakan sarana dan prasarana pemukiman serta korban jiwa manusia dan luka bakar, gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari dan hilangnya sumber mata pencaharian.

4. Kerugian, Korban dan Kerusakan akibat Bencana

• Kebakaran rumah dan gedung mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, baik milik perorangan, perusahaan maupun umum. Ini dapat mengganggu dan bahkan melumpuhkan kegiatan sosial dan ekonomi penduduk. • Manusia akan meninggal karena terbakar, sakit, luka dan mengungsi. Prasarana umum, sosial dan ekonomi serta transportasi yang rusak terbakar, antara lain angkutan umum, sekolah, rumah dan gedung ibadah, pasar, gedung pertemuan, puskesmas, rumah dan gedung sakit, fasilitas pemerintahan, industri, dan usaha jasa.

5. Gejala dan Tanda-tanda

• Tercium bau gas menyengat. • Adanya aktivitas manusia menggunakan api di rumah dan gedung dan sekitarnya. • Ditandai dengan adanya asap dan bau barang, plastik atau zat kimia yang terbakar. • Udara sangat panas dan menyesakkan sehingga sulit bernapas. • Api dan asap membumbung di udara.

6. Tindakan yang dilakukan sebelum, pada saat dan sesudah terjadinya bencana

Sebelum bencana:

• Pastikan semua peralatan yang menggunakan api, listrik, gas atau bahan bakar minyak (BBM) dalam keadaan aman, padam dan tidak difungsikan. • Matikan aliran listrik dan gas dengan benar. • Jangan tinggalkan anak-anak bermain sendiri di rumah tanpa pengawasan. • Larang anak-anak bermain korek api, listrik dan peralatan berbahaya lainnya. • Amankan semua berkas dan dokumen penting dalam satu tas yang dapat segera dibawa pergi. • Siapkan alat pemadam api portable dan lakukan latihan penggunaannya.

Saat bencana:

• Pastikan jumlah anak, anggota keluarga dan staf pekerja adalah lengkap dan diketahui keberadaannya. • Pastikan semua anak, anggota keluarga atau staf pekerja tidak berada di dalam rumah dan gedung atau ruang kerja. • Tinggalkan rumah dan gedung atau tempat kerja dan pergi ke tempat yang aman dari api dan asap. • Bawa pergi dan amankan semua berkas dan dokumen penting. • Jaga keamanan anak-anak dan anggota keluarga selama berada di luar rumah dan gedung atau tempat pengungsian kebakaran. • Jangan kembali ke rumah dan gedung, kantor atau pabrik yang terbakar sebelum api padam dan dinyatakan aman.

Sesudah bencana:

• Pastikan kebakaran telah usai dan api telah dipadamkan serta dinyatakan aman. Pastikan rumah dan gedung yang baru terbakar aman untuk dimasuki. Lihat sekeliling rumah dan gedung dari luar. • Jangan masuk rumah dan gedung, pabrik atau kantor yang dapat runtuh akibat kebakaran. • Ketika masuk rumah dan gedung atau gedung agar hati-hati terhadap langit-langit atau dinding yang bisa runtuh seketika karena basah oleh air. • Jangan menginjak genangan air karena ada kemungkinan air teraliri listrik. • Gunakan sepatu karet/plastik, pakaian dan penutup kepala yang aman ketika memasuki rumah dan gedung, pabrik atau kantor yang baru terbakar. • Jangan masuk bila masih terdapat bau menyengat karena gas atau zat kimia terbakar. Hati-hati dalam memegang zat kimia atau kabel listrik yang ada. • Jangan nyalakan lampu atau apapun yang berhubungan dengan aliran listrik. • Tetap berhubungan melalui handphone dengan keluarga, kerabat dan teman. • Pada malam hari jangan nyalakan api atau lilin untuk penerangan di rumah dan gedung yang baru terbakar.Gunakan lampu senter. • Jangan makanan yang tersisa yang ada di rumah dan gedung yang baru terbakar. • Tetap hati-hati terhadap binatang berbisa, seperti ular, kalajengking dan lainnya. • Tetap membantu tetangga yang menderita atau terluka dan juga tetap menerima pertolongan orang lain.

7. Cara aman memakai gas elpiji untuk masak

Gas LPG ini mempunyai sifat sebagai berikut:

• Berupa cairan dan gasnya mudah terbakar. • Gasnya tidak beracun, tidak berwarna dan berbau menyengat. • Gasnya berupa cairan yang dikemas dalam tabung baja yang tekanan tinggi. • Bila klep tabung terbuka atau bocor, gas ini cepat menguap dan menyebar dengan cepat. • Gasnya lebih berat dari udara sehingga selalu berada di permukaan tanah atau dataran rendah.

8. Menjaga Keselamatan Pemakaian Kompor Gas

Untuk menjaga keselamatan dan menghindari tabung gas meledak, periksalah tabung gas secara seksama sebelum memakai. Bila terdapat salah satu tanda dari berikut ini, jangan nyalakan gas untuk memasak:

• Katup dalam keadaan terbuka (pada waktu tidak digunakan) atau katup sudah rusak. • Saluran/pipa/selang karet rusak, pecah, atau pemasangan selangnya yang menuju ke regulator/kompor tidak dilakukan dengan baik. • Regulator sudah rusak atau gelang karet pada katup (valve) rusak, tidak ada gelang karet atau katupnya tidak dapat menutup (selalu terbuka). • Tabung penyok, berkarat, lewat batas tanggal akhir pemakaian (kadaluwarsa). • Komponen tempat regulator rusak. • Terdengar suara berdesis ketika regulator dipasang ke tabung gas dan tercium bau gas yang menyengat.

9. Agar aman dan tidak terjadi kebakaran, lakukan hal berikut:

• Kompor dan tabung gas diletakan pada tempat yang datar dan di ruangan yang memiliki sirkulasi udara yang baik. • letakan tabung gas LPG sejauh mungkin dari kompor atau sumber api lainnya. • Pasang regulator pada katup tabung LPG dengan baik (posisi tombol regulator mengarah ke bawah). • Pastikan regulator tidak dapat terlepas dari katup tabung LPG. • Periksa kemungkinan terjadi kebocoran gas dari tabung, kompor, selang, maupun regulatornya. Apabila terjadi kebocoran akan tercium bau khas LPG yang menyengat seperti bau busuk dan suara mendesis dari katup tabung gas. • Jangan memperbaiki sendiri komponen tabung gas yang rusak. • Jangan merokok atau memasang api waktu memasang regulator di tabung gas. • Dalam keadaan gelap jangan pakai lilin untuk memeriksa kompor, tabung gas atau memasang regulator tabung gas. Pakailah lampu senter yang dinyalakan dari jauh.

Banyaknya kasus kebakaran akibat gas LPG karena pengguna tidak mengetahui bahwa tabung gasnya bocor maka kenali tanda-tanda kebocoran gas LPG sebagai berikut:

• Tercium bau gas LPG yang menyengat. • Terdapat embunan pada komponen tabung gas LPG. Embunan biasanya ada di sekitar sambungan pengelasan tabung, leher tempat regulator, katup tabung, atau pada sambungan pada kaki katup regulator. • Terdapat bunyi mendesis pada regulator atau selang. • Bila terjadi kebocoran gas, lepaskan regulator dan bawa tabung gas ke luar rumah dan gedung.

10. Bila terjadi kebakaran pada tingkat awal, perhatikan hal berikut:

• Segera padamkan api dengan alat pemadam kebakaran portabel atau dengan cara sederhana menutupnya dengan karung goni/handuk tebal basah (untuk mengurangi panas). • Bila terjadi kebocoran gas, jangan mematikan atau menyalakan lampu listrik karena gesekan listrik bisa membuat percikan api dan menyambar gas. Untuk penerangan pakai lampu senter. • Jauhkan bahan-bahan yang mudah terbakar.

11. Rencana menghadapi bencana

Untuk menghadapi kebakaran rumah dan gedung atau gedung setiap orang harus mempunyai rencana. Rencana ini antara lain meliputi:

• Bergabung dengan kegiatan PRB berbasis masyarakat, khususnya masyarakat siaga pencegah dan pemadam kebakaran. • Turut serta dan mendukung Pendidikan PRB di sekolah. • Mengikuti kegiatan pelatihan teknis dan ketrampilan kerja dalam rangka PRB (pertukangan, pertanian, peternakan, keterampilan usaha, industri rumah dan gedung tangga dan sejenisnya). Ini dimaksudkan untuk meningkatkan keadaan ekonomi masyarakat sehingga tidak rentan dalam menghadapi bencana kebakaran.

B. MITIGASI BENCANA

Upaya mitigasi bencana kebakaran rumah dan gedung dan gedung dibagi menjadi dua bagian, yaitu: (1) upaya mitigasi non-struktural (bukan upaya pembangunan fisik) dan (2) upaya mitigasi struktural (upaya pembangunan fisik).

1. Mitigasi non-struktural

• Kampanye dan sosialisasi kebijakan pengendalian kebakaran rumah dan gedung dan gedung. • Jangan berbaring tiduran atau tidur bila:

sedang masak pakai kompor BBM atau gas elpiji, menyalakan lilin, memasang setrika listrik, masak dengan oven listrik, merokok, atau ketika anak-anak bermain sendiri tanpa pengawasan.

• Peningkatan masyarakat peduli kebakaran. • Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanggulangan dini kebakaran. • Pelatihan untuk mencegah kebakaran di rumah dan gedung dan cara-cara memadamkan kebakaran dengan berbagai alat pemadam kebakaran.

2. Mitigasi struktural

• Membangun rumah dan gedung dengan struktur bangunan yang dapat memperkecil terjadinya kebakaran. • Pemasangan kabel listrik rumah dan gedung tangga secara benar dengan memakai kabel listrik yang baik. Sebaiknya pemasangan instalasi listrik oleh petugas terlatih dan mempumyai sertifikat pemasang instalasi listrik. • Jangan memasang alat pembagi listrik yang melebihi daya. • Menyediakan alat pemadam kebakaran portable. • Pembangunan perumah dan gedungan yang tidak saling berhimpitan. • Pengelolaan bahan bakar, zat kimia dan bahan-bahan yang mudah terbakar secara baik, benar dan hati-hati untuk menghindari kebakaran rumah dan gedung dan pabrik. • Pemerintah atau masyarakat bersama-sama membeli mobil pemadam kebakaran dan menyiapkan petugas pemadam kebakaran dengan baik. • Membuat penampung air (reservoir) di atas gedung. • Menyiapkan jalan darurat di gedung bertingkat. • Jangan membuat teralis besi permanen di rumah-rumah yang menghambat orang keluar dari jendela bila terjadi kebakaran. Buatlah teralis yang bisa dan mudah dibuka.

C. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA

Catatan:

Bagian “Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana” dan “Pemulihan -Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana” adalah panduan umum untuk setiap jenis bencana dan harus disesuaikan dengan masing-masing bencana.

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana dilakukan bila upaya pencegahan dan mitigasi bencana telah dilaksanakan namun bencana tidak dapat dielakkan untuk ini perlu upaya kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana harus dilakukan untuk meminimalkan risiko bahaya bencana saat bencana itu terjadi. Peringatan dini dan beberapa kegiatan tanggap darurat bencana masuk dalam bagian ini.

1. Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana yang dilakukan meliputi:

• Penilaian Risiko Bencana dengan memperhatikan kearifan dan pengetahuan masyarakat lokal meliputi: pengidentifikasian ancaman bahaya bencana dan kerentanan; analisis risiko bencana, penentuan tingkat risiko bencana, dan pemetaan wilayah risiko bencana. • Penilaian kemampuan dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di daerah rentan bencana. • Perencanaan siaga dengan membuat skenario kejadian untuk tiap jenis bencana yang dibuat kebijakan penanganannya, dikaji kebutuhannya, diinventarisasi sumberdayanya yang diuji kaji dan selalu dimutakhirkan. • Mobilisasi sumberdaya dengan invertarisasi sumberdaya yang dimilikinya dan dari luar yang siap digunakan untuk keperluan darurat, seperti: barang pasokan kebutuhan dasar (sembako) untuk darurat bencana dan bahan, barang, perlengkapan dan peralatan untuk pemulihan rumah, sarana dan prasarana publik. • Pendidikan di sekolah-sekolah dan Pelatihan pengelolaan dan teknis pelaksanaan penanggulangan bencana secara berkelanjutan. • Forum koordinasi dan pertemuan berkala secara rutin, saling bertukar informasi dan menyusun rencana terpadu pada tingkat masyarakat dan jajaran pemerintah daerah untuk menghadapi bencana.

2. Pengelolaan Tanggap Darurat Bencana.

Kegiatan ini meliputi penyiapan Posko bantuan bencana darurat, tempat evakuasi, tim reaksi cepat evakuasi dan prosedur tetap.

Untuk tiap bencana dan masing-masing pemukiman perlu dilakukan dan disediakan hal-hal berikut:

• Penentuan lokasi evakuasi, jalur ke lokasi evakuasi, papan tanda menuju lokasi evakuasi, dan peta jalan menuju lokasi evakuasi. Sebaiknya setiap orang dan keluarga melakukan uji coba evakuasi dengan mengikutimjalur yang sudah ditentukan. • Penyediaan perlengkapan dan fasilitas di lokasi evakuasi. • Pembuatan pedoman prosedur evakuasi pada saat bencana. • Pembentukan Tim SAR dan melengkapi peralatan SAR yang dibutuhkan, seperti perahu karet, peralatan komunikasi, lampu senter, pemngeras suara portabel, dan sejenisnya. • Pembentukan sistim keamanan pada saat bencana. Ini untuk memberi rasa aman kepada warga yang meninggalkan rumahnya saat bencana. • Kendaraan transportasi menuju lokasi evakuasi. Dalam beberapa bencana, seperti gunung api meletus atau gempa bumi, lokasi evakuasinya biasa berjarak cukup jauh dari pemukiman penduduk. Oleh karena itu perlu disiapkan alat transporatsi untuk mengangkut pengungsi dengan cepat. • Penyediaan air bersih dan sarana mandi, cuci, kakus (MCK) di lokasi evakuasi. • Penyediaan air bersih di lokasi evakuasi. Saat ini sudah banyak tersedia alat penjernih air portable yang mudah dibawa dan dipindahkan ke berbagai lokasi. Alat ini sangat diperlukan saat terjadi evakuasi karena air jernih siap pakai sangat dibutuhkan saat evakuasi. • Makanan di lokasi evakuasi. Dapur umum yang menyediakan makanan bagi pengungsi, terutama anak-anak, harus disediakan sedini mungkin. Demikian pula dengan alat-alat masak dan bahan bakunya. Tenaga relawan yang memasak biasa mudah diperoleh saat evakuasi. • Pertolongan pertama, pengobatan darurat dan obat-obatan penting di lokasi evakuasi. • Layanan medis di lokasi evakuasi. Dinas kesehatan pemerintah daerah, klinik kesehatan, dinas kesehatan TNI, pelayanan kesehatan PMI dan lembaga lainnya umumnya sudah siap sedia untuk memberi pelayanan kesehatan pada saat bencana.

3. Kegiatan Peringatan Dini Bencana

Untuk beberapa jenis bencana, seperti banjir, gunung api meletus, tsunami, dan kebakaran, dapat dilakukan peringatan dini bencana. Kegiatan peringatan dini bencana meliputi:

• Pengelolaan peringatan dini.

Mengingat terdapat berbagai jenis bencana di Indonesia maka dalam perkembangannya pengelolaan peringatan dini untuk masing-masing bencana juga dilakukan oleh berbagai lembaga yang berwenang.

Sebagai contoh, peringatan dini bencana banjir dilaksanakan oleh Badan Pengendali Banjir Daerah; peringatan dini gunung api dilaksanakan oleh kantor Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (BVMBG); peringatan dini tsunami oleh Badan Klimatologi, Meteorologi Geofisika bekerja sama dengan BPBD/Satkorlak Bencana Daerah; peringatan dini kebakaran oleh masyarakat. Semua kegiatan peringatan dini tentu saja berkoordinasi dengan BNPB/BPBD, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat.

Oleh karena itu masing-masing Badan/Dinas yang berwenang tadi melakukan sendiri dan memiliki prosedur tetap sendiri untuk hal-hal berikut:

• Pembangunan, pemasangan dan pengoperasian peralatan untuk mengamati gejala bencana. • Metode untuk menganalisa hasil pengamatan gejala bencana. • Proses pembuatan keputusan status bencana berdasar hasil analisa masing-masing badan berwenang. • Sistim penyebaran informasi hasil keputusan status bencana. • Ketersediaan alat penyebaran informasi peringatan dini (telepon, radio baterai, handy talky/HT). Semua badan dan lembaga yang melakukan kegiatan peringatan dini tersebut di atas telah melengkapi kegiatannya dengan berbagai alat penyebaran informasi peringatan dini. Untuk mendukung upaya penyebaran informasi peringatan dini ini agar dapat mencapai semua penduduk di berbagai wilayah maka diharapkan msyarakat juga memiliki peralatan ini, baik secara sendiri-sendiri maupun secara kelompok.

Saat ini masyarakat juga memanfaatkan alat yang dipakai secara tradisional, seperti kentongan, lonceng, sirine, atau pengeras suara di mushola dan mesjid. Organisasi ORARI dan RAPI selalu siap menyebarkan peringatan dini bencana.

• Uji coba dan latihan sistem peringatan dini. Uraian kegiatan secara rinci silakan lihat bagian Pedoman Pelatihan Simulasi Kesiapsiagaan Bencana.

4. Manajemen Informasi Bencana

• Sistim informasi yang dikembangkan untuk peringatan dini bencana sebaiknya dikembangkan sedemikian rupa sehingga mudah diakses, dimengerti dan disebarluaskan. Untuk ini isi dan bentuk informasinya harus: Akurat, Tepat waktu, Dapat dipercaya dan Mudah dikomunikasikan. • Masyarakat dan tiap rumah tangga harus pula memiliki informasi penting terkini berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana, seperti daftar nama, alamat, nomor telepon orang-orang penting dan keluarga, lembaga, kantor polisi, Tim SAR, Palang Merah, Rumah Sakit, Pemadam Kebakaran, relawan yang bisa dihubungi pada saat bencana. Hal ini penting agar tiap keluarga dapat meminta bantuan kepada petugas yang berwenang atau memberi kabar tentang keadaannya setelah bencana terjadi.

5. Gladi Simulasi Bencana

Gladi Simulasi Bencana atau latihan simulasi kesiapsiagaan menghadapi bencana, khususnya tentang peringatan dini dan evakuasi, harus dilakukan secara berkala dan rutin di lapangan dan di sekolah-sekolah. Gunanya adalah untuk menguji tingkat kesiapsiagaan dan membiasakan diri para petugas, siswa dan masyarakat menghadapi bencana.

D. PEMULIHAN: REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Pelaksanaan kegiatan pemulihan – rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana harus dilaksanakan dalam kerangka pengurangan risiko bencana yang akan datang. Mengingat bahwa ancaman bahaya bencana akan selalu ada maka sejak awal upaya-upaya mengurangi kerentanan fisik, sosial dan ekonomi masyarakat harus dilakukan.

Oleh karena itu setelah kejadian suatu bencana setiap kegiatan pemulihan – rehabilitasi dan rekonstruksi yang berusaha memulihkan keadaan masyarakat supaya bisa bangkit kembali dari keadaan keterpurukan harus dilakukan dalam kerangka PRB yang mengatisipasi terjadinya bencana yang akan datang.

Kegiatannya antara lain meliputi:

1. Melakukan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) berdasarkan analisis risiko bencana. Ini termasuk rencana struktur, pola ruang wilayah, dan penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana yang telah ditetapkan lembaga berwenang dalam:

• membangun kembali dan memperbaiki lingkungan daerah bencana dan prasarana fisik serta upaya lain untuk meminimalkan risiko bencana kebakaran rumah dan gedung yang akan datang, seperti: jalan lingkungan, sumber air dan saluran air untuk pemadam kebakaran. • membangun kembali dan memperbaiki prasarana dan sarana publik yang rusak terbakar, seperti: rumah sakit, sekolah, pasar, gedung-gedung kantor pemerintah dan gedung olahraga, yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) serta pemakaian alat yang lebih baik dengan mempertimbangkan potensi risiko bahaya bencana kebakaran rumah dan gedung. • membangun kembali dan memperbaiki rumah masyarakat yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bahaya bencana kebakaran rumah dan gedung. • menyelenggarakan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan mengenai hal-hal tersebut di atas.

2. Melaksanakan kegiatan pelatihan dan bantuan modal usaha untuk mengurangi ketergantungan masyarakat kepada sumber mata pencarian yang tidak aman dan rawan bahaya.

3. Meningkatkan kemampuan masyarakat pada pasca bencana untuk membangun kembali dan memperbaiki rumah, gedung dan bangunan sejenisnya yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana, seperti gempa bumi, banjir atau kebakaran, yang telah ditetapkan lembaga berwenang serta sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Hal ini dilakukam berdasarkan analisis risiko bencana, yang antara lain meliputi rencana struktur dan pola ruang wilayah serta penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bahaya bencana yang telah ditetapkan lembaga berwenang.

4. Mengajak masyarakat pada pasca bencana untuk:

• Tidak membangun kembali rumah, gedung dan sejenisnya dengan bahan yang mudah terbakar serta membuat sistim pelistrikan dan pemakaian kabel listrik yang tidak memenuhi syarat.

E. PENUTUP

Untuk mempercepat peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek target sasaran tentang pengurangan risiko bencana kebakaran rumah dan gedung, ada banyak cara atau metode yang dapat dipakai yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan serta menarik bagi masyarakat dalam tingkat pendidikan apapun. Kemaslah informasinya dengan menarik.

Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan memberi informasi sedikit demi sedikit, santai tapi terarah. Dalam menginformasikan pengurangan risiko bencana kebakaran rumah dan gedung juga dapat memanggil pembicara ahli untuk masing-masing bidang.

Silakan kirim komentar atau pertanyaan ke:

bambanghsamekto@gmail.com