GUNUNG API


LETUSAN GUNUNG API DI INDONESIA

Bambang Hendro Samekto

A. LETUSAN GUNUNG API DI INDONESIA

Seperti diketahui Indonesia merupakan salah satu bagian ‘Cicin Api’ (‘Ring of Fire’) di Asia dan Pasifik, di mana terdapat lebih dari seratus ratusan gunung aktiif. Letusan Gunung Merapi di Jogjakarta dan Jawa Tengah beberapa tahun yang lalu, letusan Gunung Sinabung di Sumatera Utara yang masih berlangsung sampai saat ini, letusan gunung di Sulawesi Utara, Halmahera dan Nusa Tenggara Barat telah menimbulkan banyak kerugian dan korban manusia.

Indonesia disebut sebagai negara yang mempunyai gunung api terbanyak di dunia. Terdapat sekitar 127 gunung api dan 25 di antarannya gunung api aktif. Gunung api yang sampai saat ini sering meletus adalah gunung Sinabung di Sumatera Utara.

Letusan gunung api terjadi di beberapa provinsi di Indonesia. BNPB (http://www.dibi.bnpb.go.id) mencatat sampai dengan Oktober 2016, telah tejadi 7 kali letusan gunung api. Adapun korban meninggal/hilang sebanyak 7 orang, luka-luka 7 orang, dan menderita/mengungsi 86,654 orang. Sementara itu banyak terjadi kerusakan rumah, dan fasilitas publik seperti fasilitas kesehatan, peribadatan dan pendidikan yang rusak akibat letusan gunung api. Di samping itu terdapat banyak infrastruktur yang rusak akibat letusan gunung api, seperti jalan, jembatan, saluran listrik, saluran irigasi, dan sebagainya.

B. PENGETAHUAN TENTANG LETUSAN GUNUNG API

1. Pengertian

Gunung api adalah timbunan tinggi besar berbentuk kerucut dan bentuk lainnya di permukaan bumi yang terjadi oleh timbunan batuan, lahar, pasir dan tanah letusan, atau tempat munculnya batuan lelehan lava (magma), pasir, dan gas yang berasal dari bagian dalam bumi.

2. Penyebab

Letusan gunung api disebabkan oleh:

• Pancaran magma atau lava dari dalam bumi yang kuat dan panas. • Proses tektonik dari pergerakan dan pembentukan lempeng atau kulit bumi. • Akumulasi tekanan dan suhu dari cairan magma di dalam bumi yang menimbulkan pelepasan energi.

Struktur gunung api terdiri dari:

• Struktur kawah; merupakan bentuk morfologi negatif atau depresi akibat kegiatan suatu gunung api, di mana bentuknya relatif bundar. • Kaldera: bentuk morfologinya seperti kawah, tetapi garis tengahnya lebih dari 2 km.

• Rekahan dan graben; merupakan retakan-retakan atau patahan pada tubuh gunung api yang memanjang mencapai puluhan kilometer dan dalamnya ribuan meter. Rekahan paralel yang mengakibatkan amblasnya blok diantara rekahan disebut graben. • D e p r e s i v o l k a n o – t e k t o n i k: pembentukannya ditandai dengan deretan pegunungan yang berasosiasi dengan pembentukan gunung api akibat ekspansi volume besar magma asam ke permukaan, yang berasal dari kerak bumi. Depresi ini dapat mencapai ukuran puluhan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.

3. Cara Perusakan

Ancaman bahaya letusan gunung api dibagi dua berdasarkan waktu kejadiannya, yaitu:

(1) bahaya utama, dan (2) bahaya ikutan.

Kedua jenis ancaman bahaya ini masing-masing mempunyai risiko merusak dan mematikan.

4. Bahaya Utama

Bahaya utama (sering juga disebut bahaya langsung) adalah bahaya yang terjadi ketika proses peletusan terjadi. Jenis bahaya ini adalah awan panas, lontaran batu pijar, hujan abu lebat, leleran lava dan gas beracun.

Letusan Gunung api dapat menghasilkan:

Gas vulkanik. Lava dan aliran pasir serta batu panas. Lahar. Tanah longsor. Gempa bumi. Abu letusan. Awan panas (piroklastik).

Awan Panas adalah campuran material letusan antara gas dan bebatuan (segala ukuran) yang terdorong ke bawah dan turun menggulung-gulung bagaikan gulungan awan menyusuri lereng gunung. Suhunya yang sangat tinggi, antara 300 – 700° C, dan kecepatan luncurnya sangat tinggi, > 70 km per jam (tergantung kemiringan lereng gunung). Di Gunung Merapi, di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, awan panas ini dikenal dengan sebutan “Wedus Gembel” karena bentuk awannya yang menyerupai bulu domba yang tidak pernah dicukur.

Lontaran Material (batu pijar) terjadi ketika letusan (magmatic) berlangsung. Jauhnya lontaran sangat bergantung dari besarnya energi letusan, bisa mencapai ratusan meter. Suhunya yang tinggi (> 200° C), dan berukuran besar (garis tengah > 10 cm) sehingga dapat membakar, melukai, dan mematikan mahluk hidup. Lazim juga disebut sebagai “bom vulkanik”.

Hujan Abu Lebat terjadi ketika letusan gunung api sedang berlangsung. Material yang dilontarkan berukuran halus (berupa abu dan pasir halus) yang diterbangkan angin dan jatuh sebagai hujan abu, arahnya tergantung arah angin. Ukurannya yang halus akan berbahaya bagi pernapasan, mata, dapat mencemari air tanah, merusak tumbuhan (terutama daun), penyebab karat pada atap seng karena mengandung zat kimia yang bersifat asam serta berbahaya bagi pesawat terbang, terutama yang bermesin jet.

Lava atau magma, yaitu magma bumi yang keluar ke permukaan (puncak gunung) yang berbentuk cairan kental dan bersuhu tinggi, antara 700 – 1.200° C. Sifatnya yang cair maka lava umumnya mengalir mengikuti lereng/lembah dan membakar apa saja yang dilaluinya. Bila lava ini sudah dingin maka berubah wujud menjadi batuan (batuan beku) dan daerah yang dilalui menjadi ladang batu.

Gas Racun yang muncul dari gunung api dan tidak selalu didahului oleh letusan tapi dapat keluar dengan sendirinya melalui celah bebatuan yang ada, meskipun kerap kali diawali oleh letusan. Gas utama yang muncul dari celah bebatuan gunung api adalah C0₂, H₂S, HCI, SO₂, dan CO.

Gas paling sering keluar dan sering menjadi penyebab kematian adalah CO₂. Sifat gas-gas jenis ini lebih berat dari udara sehingga cenderung menyelinap di dasar lembah atau cekungan pegunungan. Gas yang keluar terutama pada malam hari, saat cuaca berkabut atau tidak berangin, membuat gas yang terkumpul akan bertambah besar.

Gunung-gunung Tangkuban Perahu, Dieng, Ciremai dan Papandayan terkenal sering terjadi letusan gas dan sering meminta korban. Oleh karena itu gunung-gunung ini dikenal sebagai gunung yang memiliki “lembah maut”.

Tsunami atau gelombang pasang biasanya terjadi akibat letusan gunung api pulau. Saat terjadi letusan maka materialnya masuk ke dalam laut dan mendorong air laut ke arah pantai dan menimbulkan gelombang pasang. Makin besar volume material letusan maka makin besar gelombang yang terangkat ke darat. Contoh letusan Gunung Krakatau 1883 di Selat Sunda.

5. Bahaya Ikutan

Bahaya ikutan letusan gunung api adalah bahaya yang terjadi setelah proses peletusan berlangsung. Bila satu gunung api meletus akan terjadi pengumpulan material dalam berbagai ukuran di puncak dan lereng bagian atas. Pada saat musim hujan sebagian material ini akan terbawa air hujan dan tercipta adonan lumpur turun ke lembah sebagai banjir bebatuan, lumpur dan pasir. Banjir ini disebut banjir lahar dingin. Banjir lahar dingin juga mempunyai risiko menghanyutkan, merendam, merusak dan menimbun. Banjir lahar dingin yang mengalir di sungai bisa merubah alur sungai dan menimbun dasar sungai dengan pasir dan bebatuan. Hal ini dapat membuat air sungai meluap lalu menerjang, merusak dan menghancurkan kebun, sawah, rumah, jalan, jembatan serta bangunan lainnya. Banjir lahar dingin bisa menimbulkan kerugian kesehatan, ekonomi dan sosial yang sangat besar.

6. Kerugian, Korban dan Kerusakan akibat Bencana

Letusan gunung api mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, baik milik perorangan maupun milik umum. Ini dapat mengganggu dan bahkan melumpuhkan kegiatan sosial dan ekonomi penduduk. Manusia akan meninggal, hilang, sakit (ISPA) dan sakit mata karena debu, luka dan mengungsi. Prasarana umum, sosial dan ekonomi erta transportasi yang rusak, roboh atau hancur dan tercemar abu gunung api, seperti: jalan, jembatan, angkutan umum, sekolah, rumah ibadah, pasar, gedung pertemuan, puskesmas, rumah sakit, fasilitas pemerintahan, industri, jasa, serta prasarana pertanian, perikanan, pengairan serta prasarana air bersih.

Secara umum letusan gunung api akan merusak dan menghancurkan:

• Pekampungan rumah dengan konstruksi bangunan yang lemah dan padat penghuni yang berada di daerah sekitar gunung api aktif. • Bangunan dengan desain teknis yang buruk, bangunan tembok tanpa perkuatan. • Bangunan dengan atap seng. • Bangunan tua dengan kekuatan dan kualitas yang rendah. • Harta Benda Perorangan: Rumah tinggal dan atapnya yang terbuat dari seng, modal usaha, barang, mobil, perabotan rumah tangga dan lainnya. • Sarana air bersih yang tercemar abu gunung api.

7. Gejala dan tanda

Letusan gunung api tidak terjadi secara mendadak tetapi melalui suatu proses yang cukup lama beberapa minggu, hari dan jam. Peringatan dini meletusnya gunung api selama ini sudah dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik. Petugas Pos Pemantauan Gunung Api (Pos PGA) dan kantor Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Pemprov/Pemkab/Pemkota, BNPB dan Direktorat Keselamatan Penerbangan sudah melakukan koordinasi dengan baik dalam kegiatan peringatan dini meletusnya gunung berapi.

Masyarakat setempat juga sudah dilibatkan dalam sistim peringatan dini ini. Masyarakat harus secara aktif sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya letusan gunung api. Untuk masyarakat yang tinggal di wilayah rawan letusan gunung api perlu membentuk kelompok pemantau letusan gunung api. Kelompok pemantau letusan gunung api ini harus di bekali dengan pengetahuan dan alat pemantau letusan gunung api.

Mayarakat dan kelompok pemantau letusan gunung api harus tahu dan melakukan pelatihan untuk mengetahui gejala-gejala letusan gunung api.

• Dengan mata dapat melihat kepulan asap ke luar dari puncak gunung api. Semula asap berwarna putih lalu akan berubah menjadi berwarna kehitam-hitaman. • Terasa getaran gempa yang kecil dan lama-lama menjadi besar dan terus menerus. • Langit akan tertutup awan atau asap gelap kehitam-hitaman. • Udara di dekat puncak gunung akan terasa panas. • Burung-burung dan binatang hutan yang berada di sekitar gunung api akan terbang dan berlari ke luar hutan. • Ayam dan ternak lainnya akan mengeluarkan suara sebagai tanda akan datangnya bencana. • Selanjutnya perhatikan peringatan dini status gunung api dan petunjuk lainnya yang secara terus menerus disiarkan oleh Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

8. Tindakan yang dilakukan sebelum, pada saat dan sesudah terjadinya bencana

Sebelum bencana:

• Mengamati kegiatan gunung api setiap saat. Upaya ini dapat dilakukan dari tempat yang permanen, misalnya Pos Pengamatan Gunung Api. • Menyiapkan dalam satu tas barang-barang dan surat berharga, pakaian, barang kebutuhan sehari-hari, makanan, obat-obatan dan alat-alat komunikasi untuk sewaktu-waktu dibawa ke tempat pengungsian. • Menyiapkan penutup hidung dan mulut (masker) dan mata untuk mencegah debu gunung api. • Menyiapkan anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas – orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik) untuk menghadapi letusan gunung api. • Menutup rapat semua pintu dan jendela dan sumur air bersih yang terbuka. • Mengkandangkan hewan ternak dan menyiapkan persediaan makanan ternak yang cukup. • Melakukan perjalanan ke tempat pengungsian.

Saat bencana:

• Tetap berada di daerah aman di tempat pengungsian. • Bila daerah pemukiman cucup jauh dan aman dari terjangan lava, awan panas, batu pijar, gas beracun dan gempa gunung meletus pastikan bahwa diri sendiri dan anggota keluarga dalam keadaan aman. • Jangan ke luar rumah bila tidak sangat penting. • Tetap siaga dan selalu melakukan komunikasi dengan petugas dan anggota keluarga serta kerabat. • Menjaga dan memperhatikan keadaan anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas).

Sesudah bencana:

• Melakukan pendataan letusan termasuk sebaran dan volume material letusan. • Mengidentifikasi daerah yang rawan bahaya sekunder, yaitu aliran lahar. • Mendata orang yang meningggal, luka-luka, sakit, hilang, dan sebagainya. • Mendata kerusakan yang terjadi akibat letusan gunung api. • Setelah keadaan aman, kembali ke rumah dari tempat pengungsian. • Menjaga dan memperhatikan keadaan anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas).

9. Rencana menghadapi bencana

Untuk menghadapi tsunami setiap orang yang tinggal di daerah rawan tsunami harus mempunyai rencana. Rencana ini antara lain meliputi:

• Bergabung dengan kegiatan PRB berbasis masyarakat, khususnya masyarakat siaga bencana letusan gunung api. • Dianjurkan untuk membentuk kelompok Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat (PRBBK) bagi masyarakat yang belum memilikinya. • Turut serta dan mendukung pendidikan PRB secara formal dan informal untuk anak-anak sejak usia dini. • Mengikuti kegiatan pelatihan teknis dan ketrampilan kerja dalam rangka PRB (pertukangan, pertanian, peternakan, keterampilan usaha, industri rumah tangga dan sejenisnya). Ini dimaksudkan untuk meningkatkan keadaan ekonomi masyarakat sehingga tidak rentan dalam menghadapi bencana letusan gunung api. • pembagian peran ketika terjadi bencana. • identifikasi kebutuhan pada saat bencana berdasarkan kebutuhan spesifik laki-laki dan perempuan (gender sensitif). • Mengidentifikasi kebutuhan anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • seluruh tahapan kegiatan harus sensitif gender.

C. MITIGASI BENCANA LETUSAN GUNUNG API

Upaya mitigasi bencana letusan gunung api dibagi menjadi dua bagian, yaitu: upaya mitigasi non-struktural (bukan upaya pembangunan fisik) dan upaya mitigasi struktural (upaya pembangunan fisik).

Mengingat wilayah gunung api dapat meliputi beberapa daerah administrasi pemerintah daerah maka dalam mitigasi bencana letusan gunung api diperlukan koordinasi aktif antar pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

1. Upaya mitigasi non-struktural

• Hindari tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava atau lahar. • Perkenalkan bahan bangunan tahan api. • Meningkatkan pengamatan dan kewaspadaan terhadap risiko letusan gunung api di daerahnya. • Identiifikasi daerah bahaya (dapat dilihat pada Data dasar Gunung Api Indonesia atau Peta Kawasan Rawan bencana Gunung Api). • Masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api harus mengetahui posisi tempat tinggalnya pada Peta Kawasan rawan Bencana Gunung Api. • Paham maksud dan arti peringatan dini yang diberikan oleh petugas pengamat gunung api. • Melakukan pemetaan rawan bencana. Upaya ini berguna untuk menentukan suatu wilayah atau area yang berbahaya atau aman untuk dihuni atau digarap sebagai lahan pertanian dan sebagainya. • Melakukan penyuluhan secara berkala kepada penduduk yang bermukim di sekitar gunung api. • Memberi penyuiuhan khusus kepada anggota keluarga yang paling lemah (anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • Menentukan status kegiatan gunung api dan melaporkannya sesuai prosedur tetap.

2. Upaya mitigasi struktural

• Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk kegiatan penting harus jauh atau di luar dari kawasan rawan bencana gunung api. • Penerapan desain bangunan yang tahan terhadap tambahan beban akibat abu gunung api. • Membuat barak pengungsian permanen, terutama di sekitar wilayah gunung api yang sering meletus, misalnya Gunung Merapi (DI Yogyakarta, Jawa Tengah), Gunung Semeru (Lumajang, jawa Timur), Gunung Karangetang (Sulawesi Utara), dsbnya. • Membuat tempat penampungan yang kuat dan tahan api untuk kondisi kedaruratan. • Membuat fasilitas jalan dari tempat pemukiman ke tempat pengungsian untuk memudahkan evakuasi khususnya bagi anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • Menyediakan alat transportasi bagi penduduk bila ada perintah untuk mengungsi. • Membuat cek dam untuk mengarahkan lairan lahar agar tidak melanda pemukiman, persawahan atau kebun atau fasilitas umum lainnya.

3. Peringatan Dini

Peringatan dini meletusnya gunung api selama ini sudah dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik. Petugas Pos Pemantauan Gunung Api (Pos PGA) dan kantor Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Pemprov/Pemkab/Pemkota, BNPB dan Direktorat Keselamatan Penerbangan sudah melakukan koordinasi dengan baik dalam kegiatan peringatan dini meletusnya gunung berapi.

Masyarakat setempat juga sudah dilibatkan dalam sistim peringatan dini ini. Peralatan pemantau meletusnya gunung api umumnya sudah berjalan baik pula. Tahapan pemantauan status kegiatan gunung ap dibagi dalam dua kelompok, yaitu:

(1) Status Kegiatan Gunung Api, dan (2) Mekanisme Pelaporan.

• Status Kegiatan Gunung Api

Tabel berikut menunjukkan tingkat dan status kegiatan gunung api serta tindakan yang harus dilakukan:

Tingkat – Status – Makna – Tindakan

1 Normal (wajar) – Kegiatan gunung api, baik secara visual maupun dengan instrumentasi, tidak ada gejala aktifitas tekanan magma, – Tidak ada perubahan kegiatan, – Tingkat aktifitas dasar – Pengamatan rutin. – Dilakukan survey atau penelitian.

2 Waspada Berdasarkan hasil pengamatan visual dan instrumentasi mulai terdeteksi gejala perubahan kegiatan. Misalnya jumlah gempa vulkanik, aktifitas magma, dan suhu kawah (solfatara/fumarola) meningkat dari nilai normal. Peningkatan aktifitas seismik – Mulai dilakukan penyuluhan tentang aktifitas gunung api – Dilakukan penilaian bahaya – Pengecekan bahaya – Pelaksanaan piket (pengawasan aktivitas gunung berapi) terbatas

3 Siaga – Kenaikan kegiatan semakin nyata. – Hasil pantauan visual dan seismic (kegempaan) meningkat didukung dengan data dari instrumentasi lainnya. – Data-data pengamatan instrumentasi menunjukkan bahwa aktifitas gunung api dapat segera berlanjut ke letusan atau bergerak pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana. – Jika keadaan seismik (kegempaan) berlanjut. Letusan dapat terjadi dalam waktu 2 minggu. – Dilakukan penyuluhan atau sosialisasi di wilayah yang terancam bahaya. – Penyiapan rencana evakuasi dan sarana keadaan darurat. – Dilakukan koordinasi dan pematauan kegiatan gunung api harian.

4 Awas – Semua data menunjukkan bahwa letusan utama segera menjelang atau tengah terjadi. – Sering terdapat letusan serta asap dan abu sudah terlihat banyak. – Letusan besar menjelang terjadi dalam 24 jam – Mengosongkan atau mengungsikan penduduk dari wilayah yang terancam bahaya – Dilakukan koordinasi dan pematauan kegiatan gunung api harian

• Mekanisme Pelaporan

Saat Aktif-Normal: Dua kali sehari dilaporkan kegiatan gunung api dari Pos Pemantauan Gunung Api (Pos PGA) ke kantor Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Dirjen PUM, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral melalui radio Short Single Band (SSB).

Saat Waspada: Selain laporan harian dan laporan bulanan dibuat laporan mingguan disampaikan kepada Kepala Badan geologi.

Saat Siaga dan Awas: Tim Tanggap Darurat membuat laporan harian dan evaluasi mingguan disampaikan kepada Direktur DVMBG yang ditembuskan kepada Kepala Badan Geologi, Pemprov/Pemkab, BNPB dan Direktorat Keselamatan Penerbangan.

D. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA LETUSAN GUNUNG API

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Letusan Gunung Api dilakukan bila upaya pencegahan dan mitigasi bencana letusan gunung api telah dilaksanakan namun bencana tidak dapat dielakkan untuk terjadi maka perlu upaya kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana ini harus dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana saat bencana letusan gunung api itu terjadi.

Peringatan dini dan beberapa kegiatan tanggap darurat bencana letusan gunung api masuk dalam bagian ini. Mengingat wilayah gunung api dapat meliputi beberapa daerah administrasi pemerintah daerah maka dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana letusan gunung api diperlukan koordinasi aktif antar pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Letusan Gunung Api yang dilakukan meliputi:

1. Penilaian Bencana dan Perencanaan Siaga

a. Penilaian Risiko Bencana Letusan Gunung Api dengan memperhatikan kearifan dan pengetahuan masyarakat lokal meliputi: pengidentifikasian ancaman bencana letusan gunung api dan kerentanan, analisis risiko bencana, penentuan tingkat risiko bencana, dan pemetaan wilayah risiko bencana. b. Penilaian kemampuan dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di daerah rentan bencana letusan gunung api. c. Perencanaan siaga dengan membuat skenario kejadian untuk bencana letusan gunung api yang dibuat kebijakan penanganannya, dikaji kebutuhannya, diinventarisasi sumber dayanya yang diuji kaji dan selalu dimutakhirkan. d. Mobilisasi sumber daya dengan inventarisasi sumber daya yang dimilikinya dan dari luar yang siap digunakan untuk keperluan darurat, seperti: barang pasokan kebutuhan dasar (sembako) untuk darurat bencana dan bahan, barang, perlengkapan dan peralatan untuk pemulihan rumah, sarana dan prasarana publik. e. Pelatihan pengelolaan dan teknis pelaksanaan penanggulangan bencana secara berkelanjutan. f. Forum koordinasi dan pertemuan berkala secara rutin, saling bertukar informasi dan menyusun rencana terpadu pada tingkat masyarakat dan jajaran pemerintah daerah.

2. Pengelolaan Tanggap Darurat Bencana Letusan Gunung Api

Kegiatan ini meliputi penyiapan Posko bantuan bencana darurat, tempat evakuasi, tim reaksi cepat evakuasi dan prosedur tetap.

Untuk bencana letusan gunung api, masing-masing pemukiman perlu dilakukan dan disediakan hal-hal berikut:

• Penentuan lokasi evakuasi, jalur ke lokasi evakuasi, papan tanda menuju lokasi evakuasi, dan peta jalan menuju lokasi evakuasi. Sebaiknya setiap orang dan keluarga melakukan uji coba evakuasi dengan mengikuti jalur yang sudah ditentukan. • Penentuan cara dan jalur evakuasi bagi anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • Penyediaan perlengkapan dan fasilitas di lokasi evakuasi dengan memperhatikan kebutuhan anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • Pembuatan pedoman prosedur evakuasi pada saat bencana letusan gunung api. • Pembentukan Tim SAR dan melengkapi peralatan SAR yang dibutuhkan, seperti kendaraan, peralatan komunikasi, lampu senter, pengeras suara portabel, dan sejenisnya. • Pembentukan sistim keamanan pada saat bencana letusan gunung api. Ini untuk memberi rasa aman kepada warga yang meninggalkan rumahnya saat bencana letusan gunung api sesuai panduan yang ada. • Kendaraan transportasi menuju lokasi evakuasi. Dalam beberapa bencana, seperti gunung api meletus, lokasi evakuasinya biasa berjarak cukup jauh dari pemukiman penduduk. Oleh karena itu, perlu disiapkan alat transpotasi untuk mengangkut pengungsi dengan cepat. Perhatian khusus harus diberikan kepada anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • Penyediaan sarana mandi, cuci, kakus (MCK) di lokasi evakuasi dengan memperhatikan kebutuhan anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). MCK untuk perempuan dan laki-laki dipisah. • Penyediaan air bersih di lokasi evakuasi. Saat ini, sudah banyak tersedia alat penjernih air yang mudah dibawa dan dipindahkan ke berbagai lokasi. Alat ini sangat diperlukan saat terjadi evakuasi karena air jernih siap pakai sangat dibutuhkan saat evakuasi. • Makanan di lokasi evakuasi. Dapur umum yang menyediakan makanan bagi pengungsi, terutama anak-anak, harus disediakan sedini mungkin. Demikian pula dengan alat-alat masak dan bahan bakunya. Tenaga relawan yang memasak biasa mudah diperoleh saat evakuasi. • Pertolongan pertama, pengobatan darurat dan obat-obatan penting di lokasi evakuasi. • Layanan medis di lokasi evakuasi. Dinas kesehatan pemerintah daerah, klinik kesehatan, dinas kesehatan TNI, pelayanan kesehatan PMI dan lembaga lainnya umumnya sudah siap sedia untuk memberi pelayanan kesehatan pada saat bencana letusan gunung api.

3. Kegiatan Peringatan Dini Bencana Letusan Gunung Api

Untuk bencana letusan gunung api, dapat dilakukan peringatan dini bencana. Kegiatan peringatan dini bencana letusan gunung api meliputi:

• Pengelolaan peringatan diniMengingat terdapat berbagai jenis bencana di Indonesia maka dalam perkembangannya pengelolaan peringatan dini untuk masing-masing bencana juga dilakukan oleh berbagai lembaga yang berwenang.Sebagai contoh, peringatan dini bencana banjir dilaksanakan oleh Badan Pengendali Banjir Daerah; peringatan dini gunung api dilaksanakan oleh kantor Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG); peringatan dini gempa bumi dan tsunami oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika bekerja sama dengan BPBD/Satkorlak Bencana Daerah; peringatan dini kebakaran oleh masyarakat.Semua kegiatan peringatan dini tentu saja berkoordinasi dengan BNPB/BPBD, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat.

Oleh karena itu, masing-masing Badan/Dinas yang berwenang tadi melakukan sendiri dan memiliki prosedur tetap sendiri untuk hal-hal berikut:

• Pembangunan, pemasangan dan pengoperasian peralatan untuk mengamati gejala bencana. • Metode untuk menganalisa hasil pengamatan gejala bencana. • Proses pembuatan keputusan status bencana berdasar hasil analisa masing-masing badan berwenang. • Sistim penyebaran informasi harus berdasarkan kepada hasil keputusan status bencana oleh pejabat berwenang. • Penyebaran informasi ini juga harus memperhatikan kebutuhan khusus anggota keluarga yang paling lemah (anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas). • Ketersediaan alat penyebaran informasi peringatan dini (telepon, radio baterai, handy talky/HT). Semua badan dan lembaga yang melakukan kegiatan peringatan dini tersebut di atas telah melengkapi kegiatannya dengan berbagai alat penyebaran informasi peringatan dini. • Untuk mendukung upaya penyebaran informasi peringatan dini ini agar dapat mencapai semua penduduk di berbagai wilayah maka diharapkan masyarakat juga memiliki peralatan ini, baik secara sendiri-sendiri maupun secara kelompok. Saat ini masyarakat juga memanfaatkan alat yang dipakai secara tradisional, seperti kentongan, bedug, loncengl, sirine, atau pengeras suara di mushola dan mesjid. Organisasi ORARI dan RAPI selalu siap menyebarkan peringatan dini bencana Letusan Gunung Api. • Uji coba dan latihan sistem peringatan dini.

4. Manajemen Informasi Bencana Letusan Gunung Api

• Sistim informasi yang dikembangkan untuk peringatan dini bencana letusan gunung api sebaiknya dikembangkan sedemikian rupa sehingga mudah diakses, dimengerti dan disebarluaskan. Untuk ini isi dan bentuk informasinya harus: Akurat, Tepat waktu, Dapat dipercaya dan Mudah dikomunikasikan. • Masyarakat dan tiap rumah tangga harus pula memiliki informasi penting terkini berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana letusan gunung api, seperti daftar nama, alamat, nomor telepon orang-orang penting dan keluarga, lembaga, kantor polisi, Tim SAR, Palang Merah, Rumah Sakit, Pemadam Kebakaran, relawan yang bisa dihubungi pada saat bencana. Hal ini penting agar tiap keluarga dapat meminta bantuan kepada petugas yang berwenang atau memberi kabar tentang keadaannya setelah bencana letusan gunung api terjadi.

5. Gladi Simulasi Bencana Letusan Gunung Api

Gladi Simulasi Bencana letusan gunung api atau latihan simulasi kesiapsiagaan menghadapi bencana ini, khususnya tentang peringatan dini dan evakuasi, harus dilakukan secara berkala dan rutin di lapangan. Gunanya adalah untuk menguji tingkat kesiapsiagaan dan membiasakan diri para petugas, dan masyarakat menghadapi bencana ini. Uji coba ini juga perlu memperhatikan kebutuhan anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas).

E. PEMULIHAN: REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA LETUSAN GUNUNG API

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi paska bencana Letusan Gunung Api harus dilaksanakan dalam kerangka pengurangan risiko bencana ini yang akan datang. Mengingat bahwa ancaman bahaya bencana ini akan selalu ada, maka sejak awal upaya-upaya mengurangi kerentanan fisik, sosial dan ekonomi masyarakat harus dilakukan.

Oleh karena itu, setelah kejadian bencana letusan gunung api setiap kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berusaha memulihkan keadaan masyarakat supaya bisa bangkit kembali dari keadaan keterpurukan harus dilakukan dalam kerangka PRB yang mengatisipasi terjadinya bencana ini yang akan datang.

Kegiatannya antara lain meliputi:

1. Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Melakukan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) berdasarkan analisis risiko bencana letusan gunung api. Ini termasuk rencana struktur, pola ruang wilayah, dan penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana ini yang telah ditetapkan lembaga berwenang dalam:

• membangun kembali dan memperbaiki lingkungan daerah bencanalLetusan gunung api dan prasarana fisik serta upaya lain untuk meminimalkan risiko bencana ini yang akan datang. • membangun kembali dan memperbaiki prasarana dan sarana publik, seperti: jalan raya, jembatan, rumah sakit, sekolah, pasar, gedung-gedung kantor pemerintah dan olahraga, yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) serta pemakaian alat yang lebih baik dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana letusan gunung api. • membangun kembali dan memperbaiki rumah masyarakat yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana letusan gunung api. • menyelenggarakan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan mengenai hal-hal tersebut di atas. • menyelenggarakan pendampingan sosial, psikologi dan dukungan moral kepada korban bencana, mengadakan dan memperbaiki kehidupan masyarakat yang hancur karena bencana

2. Meningkatkan Kemampuan Masyarakat

Pasca bencana letusan gunung api harus ada upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat membangun kembali dan memperbaiki rumah, gedung dan bangunan sejenisnya. Tentunya harus memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana ini, yang telah ditetapkan lembaga berwenang serta sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW).

Hal ini dilakukan berdasarkan analisis risiko bencana, yang antara lain meliputi rencana struktur dan pola ruang wilayah serta penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana letusan gunung api yang telah ditetapkan lembaga berwenang.

Berkaitan dengan ini, perlu mengajak masyarakat pada pasca bencana letusan gunung api untuk:

• Tidak membangun kembali rumah dan sejenisnya di daerah rawan bahaya letusan gunung api. • Tidak menggantungkan kembali sumber mata pencahariannya pada kegiatan yang tidak aman dan rawan bahaya letusan gunung api.

Sementara itu perlu pula melaksanakan kegiatan pelatihan dan bantuan modal usaha untuk mengurangi ketergantungan masyarakat kepada sumber mata pencaharian yang tidak aman dan rawan bahaya letusan gunung api.

F. PENUTUP

Untuk mempercepat peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek target sasaran tentang pengurangan risiko bencana letusan gunung api, ada banyak cara atau metode yang dapat dipakai yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan serta menarik bagi masyarakat dalam tingkat pendidikan apapun.

Kemaslah informasinya dengan menarik. Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan memberi informasi sedikit demi sedikit, santai tapi terarah. Dalam menginformasikan pengurangan risiko bencana letusan gunung api juga dapat memanggil pembicara ahli untuk masing-masing bidang.

Silakan kirim komentar atau pertanyaan ke:

bambanghsamekto@gmail.com