TSUNAMI



TSUNAMI DI INDONESIA

Bambang Hendro Samekto

Diketahui bahwa tsunami adalah salah satu ancaman bahaya bencana alam yang dapat menimbulkan risiko terhadap kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Secara umum wilayah Indonesia merupakan wilayah rawan tsunami. Potensi rawan tsunami ini disebabkan oleh posisi Indonesia yang mempunyai garis pantai yang panjang dan wilayah rawan gempa bumi yang juga bisa menimbulkan tsunami.

Pulau-pulau Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Papua, Sulawesi, Halmahera dan Maluku, terletak pada pertemuan tiga lempeng (kulit bumi) aktif, yaitu: lempeng Indo-Australia di bagian selatan, lempeng Euro-Asia di bagian utara dan lempeng Pasifik di bagian timur. Ketiga lempengan tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Euro-Asia dan menimbulkan gempa bumi tektonik, jalur gunung api, dan sesar atau patahan kulit bumi. Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara bertemu dan menunjam ke bawah lempeng Euro–Asia yang bergerak ke selatan.

Pertemuan dan penunjaman kedua lempengan ini menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang sejajar dengan jalur pertemuan kedua lempeng itu. Di samping itu jalur gempa bumi juga terjadi sejajar dengan jalur penunjaman dan pada jalur sesar (patahan) regional seperti sesar (patahan) Sumatera. Oleh karena itu Indonesia yang terletak di zona gempa bumi yang mempunyai potensi gempa bumi tinggi dan tsunami, khususnya di daerah sepanjang pantai.

Tsunami dahsyat pernah terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004. Gempa bumi tektonik 9.2 skala Richter di Aceh pada 26 Desember 2004 telah menimbulkan gelombang tsunami. Gempa bumi ini termasuk yang terdahsyat yang pernah terjadi di dunia. Selain Aceh, tsunami ini juga menerjang Malaysia, Thailan, Sri Langka, pantai timur India dan pantai timur Afrika. Tsunami di Samudera India ini telah menewaskan lebih dari 283,100 orang dan 124 ribu lebih orang terluka.

Di Aceh tsunami ini diketahui telah menelan 260 ribu lebih korban tewas dan hilang. Tsunami ini juga menghancur ribuan bangunan rumah tinggal, kantor, fasilitas kesehatan peribadatan dan pendidikan. Tsunami ini telah menghancurkan ratusan infrastruktur seperti jalan, jembatan, saluran irigasi, jaringan listrik, telpon dan pipa air bersih, serta dermaga. Demikian pula tsunami di Pangandaran pada Juli 2006 yang terjadi setelah gempa hebat berkekuatan 7,2 skala Richter. Tsunami ini telah menewaskan sebanyak 557 korban manusia. Di samping itu terdapat banyak infrastruktur yang rusak akibat tsunami seperti jalan, jembatan, saluran listrik, saluran irigasi, dermaga dan sebagainya.

A. PENGETAHUAN TENTANG BENCANA TSUNAMI

1. Pengertian

Tsunami berasal dari bahasa Jepang “tsu” 津 berarti pelabuhan dan “nami” 波 berarti gelombang sehingga secara harafiah diartikan sebagai pasang laut yang besar di pelabuhan. Tsunami adalah gelombang laut yang besar dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh adanya tekanan kuat dari dasar laut. Tekanan ini bisa berasal dari gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran yang terjadi di laut. Penyebab tsunami ini berupa gempa bumi yang diikuti dengan dislokasi (perpindahan) massa tanah/bebatuan yang sangat besar di bawah air (laut atau danau), tanah longsor di bawah laut, letusan gunung api di bawah laut atau letusan gunung api pulau.

Sebagai contoh, lempeng Indo-Australia yang bergerak dan menunjam ke bawah lempeng Euro-Asia akan menimbulkan gempa bumi tektonik yang besar di dasar laut. Saat lempeng ini bergerak dan menimbulkan gempa bumi maka terjadi sentakan dan celah yang sangat besar, celah ini kemudian terisi dengan air laut dengan isi dan tenaga yang sangat besar pula.

Saat air laut mengisi celah ini, permukaan air laut menurun dengan drastis sehingga pantai yang semula penuh air laut menjadi surut dan kering. Setelah celah penuh terisi, air laut kemudian berbalik arah dan menyebar ke seluruh penjuru berupa semburan dan gelombang pasang laut dengan tenaga yang sangat besar dan kuat. Semburan dan gelombang pasang dari dasar laut ini kemudian naik ke permukaan laut dan menuju pantai dengan kekuatan, volume dan kecepatan yang maha dahsyat. Gelombang pasang inilah yang disebut tsunami. Ketika tiba di pantai tsunami menghancurkan semua yang ada di pantai. Sebaliknya, air laut yang kembali ke pantai akan menyapu bersih semua yang dilaluinya.

Kecepatan tsunami adalah antara 25 – 100 km/jam. Di Indonesia, pada umumnya tsunami terjadi dalam waktu kurang dari 40 menit setelah terjadinya gempa bumi tektonik besar di bawah laut. Ketinggian tsunami yang naik ke daratan di Indonesia yang pernah tercatat adalah 36 meter di atas permukaan laut. Ini terjadi pada saat letusan Gunung Krakatau 1883 di Selat Sunda.

2. Penyebab

Ada beberapa penyebab terjadinya tsunami:

• Gempa bumi tektonik di dasar laut atau danau yang diikuti dengan pergeseran atau perpindahan masa tanah atau batuan yang sangat besar. • Tanah longsor di bawah air laut atau danau. • Letusan gunung api di bawah laut dan gunung api pulau.

3. Proses Kejadian

Secara sederhana proses kejadian tsunami dapat digambarkan sebagai berikut:

• Gempa bumi, tanah longsor atau letusan gunung api di bawah air (laut atau danau) membuat dasar air merekah. • Air laut mengisi rekahan sehingga air laut di pantai menjadi surut. • Rekahan atau lubang di dasar laut yang terisi air laut menyemburkan kelebihan air laut yang mengarah ke segala penjuru termasuk ke arah pantai. • Mengingat besarnya rekahan tadi, air laut yang menyembur kembali juga angat besar dan kuat sehingga terjadi gelombang besar dan kuat yang menerpa pantai dan masuk ke daratan sejauh 5 Km. Gelobang besar ini akan menerjang apa saja yang ada di daratan.

4. Cara Perusakan

Tsunami mempunyai kecepatan bergerak yang berbanding lurus dengan kedalaman laut. Semakin besar kedalaman laut maka kecepatan tsunami semakin besar. Selama penjalaran dari tengah laut (pusat terbentuknya tsunami) menuju pantai, kecepatan semakin berkurang karena gesekan dengan dasar laut yang semakin dangkal. Akibatnya tinggi gelombang di pantai menjadi semakin besar karena adanya penumpukan massa air akibat dari penurunan kecepatan. Ketika mencapai pantai, kecepatan tsunami menjadi sekitar 25 – 100 km/jam.

Gelombang yang berkekuatan besar ini bisa menghancurkan kehidupan dan semua bangunan di daerah pantai dan saat kembalinya air ke laut bisa menyeret semuanya ke laut. Dataran rendahpun dapat menjadi tergenang membentuk laut baru. Tsunami mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda serta dapat merobohkan bangunan, jembatan, merusak jalan raya, memutuskan jaringan listrik, jaringan telpon dan infrastruktur lainnya. Sarana air bersih, lahan pertanian dan kesuburan tanah pun terganggu karena terkontaminasi air laut.

5. Kerusakan, Korban dan Kerugian Akibat Bencana

Tsunami mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, baik milik perorangan maupun milik umum. Ini dapat mengganggu dan bahkan melumpuhkan kegiatan sosial dan ekonomi penduduk. Manusia akan meninggal, hilang, sakit, luka dan mengungsi. Prasarana umum, sosial dan ekonomi serta transportasi yang rusak, roboh atau hancur, seperti: jalan, jembatan, angkutan umum, sekolah, rumah ibadah, pasar, gedung pertemuan, puskesmas, rumah sakit, fasilitas pemerintahan, industri, jasa, serta prasarana pertanian dan perikanan serta pengairan.

Secara umum tsunami akan merusak dan menghancurkan:

• Perkampungan padat rumah dengan konstruksi bangunan yang lemah dan padat penghuni yang berada di daerah pantai. • Bangunan dengan desain teknis yang buruk, bangunan tembok tanpa perkuatan. • Bangunan tua dengan kekuatan dan kualitas yang rendah. • Pelabuhan penumpang dan tempat pendaratan ikan. • Kapal penumpang dan kapal penangkap ikan. • Tambak ikan dan lahan pertanian.

6. Gejala dan Tanda

Kejadian tsunami dapat diketahui dari gejala dan tanda-tanda berikut:

• Terjadi gempa tektonik yang besar di dasar laut. • Beberapa saat setelah gempa besar di dasar laut, air laut di pantai tiba-tiba surut dengan cepat dan sangat luas. • Dari laut tercium bau garam yang sangat menyengat. • Di laut muncul buih-buih dalam jumlah yang banyak. • Dari laut terdengar suara gemuruh yang sangat keras. • Terlihat gelombang tinggi berwarna hitam tebal di garis cakrawala. • Gelombang air laut datang secara mendadak dan berulang dengan energi yang sangat kuat. • Terdapat selang waktu antara terjadinya gempa bumi sebagai sumber tsunami dan waktu tiba tsunami di pantai mengingat kecepatan gelombang gempa jauh lebih besar dibandingkan kecepatan tsunami. • Metode untuk pendugaan secara cepat dan akurat memerlukan teknologi tinggi. • Di Indonesia, pada umumnya tsunami terjadi dalam waktu kurang dari 40 menit setelah terjadinya gempa bumi besar di bawah laut.

7. Tindakan yang Dilakukan Sebelum, Pada Saat dan Sesudah Terjadinya Bencana

Sebelum terjadi bencana

Masyarakat harus secara aktif sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya tsunami. Untuk masyarakat yang tinggal di wilayah rawan tsunami perlu membentuk kelompok pemantau tsunami. Kelompok pemantau angin puting beliung ini harus di bekali dengan pengetahuan dan alat pemantau tsunami. Mayarakat dan kelompok pemantau tsunami harus tahu dan melakukan pelatihan untuk mengetahui gejala-gejala tsunami.

a. Pelajari keadaan sekeliling:

•   Tandai tempat-tempat dan bangunan-bangunan tinggi dan kuat, menara, serta pohon-pohon tinggi dan kokoh sebagai tujuan evakuasi tsunami.
•   Gunakan bangunan tinggi sebagai tujuan evakuasi jika tidak dapat mencapai dataran tinggi dalam 30 menit.
•   Pelajari peta evakuasi, berapakah jarak, ketinggian, posisi rumah dan sekolah dari tepi pantai.
•   Pelajari program penanggulangan bencana tsunami dari pemerintah daerah.
</p>
<p>
b. Tindakan yang dilakukan saat tsunami:
</p>
<p>
•   Jangan ke pantai dan berusaha menunggu dan ingin melihat datangnya gelombang tsunami.
•   Segera menjauh dari pantai pada jarak kurang lebih 500 meter dari garis pantai.
•   Berjalan atau lari ke tempat yang lebih tinggi dan aman, misalnya bukit atau yang lainnya.
•   Tempat aman dapat dicapai dalam waktu kurang lebih 30 menit dengan berjalan kaki.
•   Berlindung dengan naik ke bangunan yang tinggi, kuat dan kokoh.
•   Jika memungkinkan, segera menuju ke tempat evakuasi.
•   Pastikan keadaan telah aman baru kembali ke rumah.
</p>
<p>
c. Tindakan setelah terjadi tsunami:
</p>
<p>
Jika anda berada dalam bangunan dan tempat penyelamatan:
</p>
<p>
•   Jangan keluar rumah atau turun dari tempat penyelamatan bilapermukaan air masih tinggi.
•   Jangan kembali ke rumah bila permukaan air masih tinggi dan belum surut benar.
•   Keluar dari bangunan rumah dan/atau turun dari tempat penyelamatan dengan tertib.
•   Apabila ada korban terluka, segera lakukan P3K.
•   Minta pertolongan apabila anda/orang lain mengalami luka parah.
</p>
<p>
Setelah tsunami berhenti periksalah kembali lingkungan sekitar:
</p>
<p>

• Periksa apakah lingkungan sekitar sudah aman untuk dilalui.
• Tetap waspada terhadap gempa susulan.
• Hidupkan radio untuk mengetahui informasi tentang gempa yang terjad dan kemungkinan terjadi tsunami lagi.
• Hubungi pihak yang terkait untuk melaporkan situasi yang ada, serta meminta bantuan/pertolongan bila diperlukan.
• Beri pertolongan pada mereka yang terluka.

Pastikan:

• Tidak akan terjadi gempa susulan yang kuat dan tridak akan terjadin tsunami. • Bagi yang tinggal di daerah pesisir pantai lihat keadaan pantai dan dengarkan instruksi petugas BMKG untuk memastikan tidak akan terjadi tsunami lagi.

8. Rencana Menghadapi Bencana

Untuk menghadapi tsunami setiap orang yang tinggal di daerah rawan tsunami harus mempunyai rencana. Rencana ini antara lain meliputi:

• Bergabung dengan kegiatan PRB berbasis masyarakat, khususnya masyarakat siaga bencana tsunami. • Dianjurkan untuk membentuk kelompok Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat (PRBBK) bagi masyarakat yang belum memilikinya. • Turut serta dan mendukung pendidikan PRB secara formal dan informal sejak usia dini. • Mengikuti kegiatan pelatihan/penyuluhan teknis dan ketrampilan kerja dalam rangka PRB (pertukangan, pertanian, peternakan, keterampilan usaha, industri rumah tangga dan sejenisnya). Ini dimaksudkan untuk meningkatkan keadaan ekonomi masyarakat sehingga tidak rentan dalam menghadapi bencana tsunami. • pembagian peran ketika terjadi bencana. • identifikasi kebutuhan pada saat bencana berdasarkan kebutuhan spesifik laki-laki dan perempuan (gender sensitif). • seluruh tahapan kegiatan harus sensitif gender.

B. MITIGASI TSUNAMI

Upaya mitigasi bencana tsunami dibagi menjadi dua bagian, yaitu: (1) upaya mitigasi non-struktural (bukan upaya pembangunan fisik) dan (2)upaya mitigasi struktural (upaya pembangunan fisik).

1. Mitigasi Non-Struktural

• Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami. • Melakukan latihan simulasi menghadapi tsunami, khususnya memahami peta, tempat evakuasi dan cara-cara menuju tempat evakuasi tsunami. • Peningkatan pengetahuan masyarakat pantai tentang bahaya tsunami, pengenalan sifat dan tanda-tanda bahaya tsunami dan cara-cara penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami. • Memberikan laporan sesegera mungkin jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinya tsunami kepada petugas yang berwenang, seperti: Ketua RT/RW, Kepala Desa, Polisi, stasiun radio, SATLAK PB dan dinas/instansi terkait lainnya. • Melengkapi diri dengan alat komunikasi dan turut serta dalam penyebaran peringatan dini tsunami.

2. Mitigasi Struktural

• Pembangunan Sistim Peringatan Dini Tsunami. • Pembangunan tembok atau pemecah ombak pada garis pantai yang berisiko. • Penanaman pohon bakau serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai untuk meredam terjangan air laut tsunami. • Pembangunan tempat-tempat evakuasi di sekitar daerah pemukiman yang cukup tinggi, aman, memiliki jalan yang lebar dan mudah dijangkau untuk menghindari terjangan tsunami. • Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.

C. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Tsunami dilakukan bila upaya pencegahan dan mitigasi bencana Tsunami telah dilaksanakan namun bencana Tsunami tidak dapat dielakkan untuk terjadi maka perlu upaya kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana Tsunami harus dilakukan bila upaya pencegahan dan mitigasi bencana Tsunami telah dilaksanakan namun bencana Tsunami tidak dapat dielakkan. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana Tsunami saat bencana ini terjadi. Peringatan dini dan beberapa kegiatan tanggap darurat bencana Tsunami masuk dalam bagian ini.

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Tsunami yang dilakukan meliputi:

1. Penilaian Bencana dan Perencanaan Siaga

• Penilaian Risiko Bencana Tsunami dengan memperhatikan kearifan dan pengetahuan masyarakat lokal meliputi: pengidentifikasian ancaman bencana Tsunami dan kerentanan, analisis risiko bencana Tsunami, penentuan tingkat risiko bencana Tsunami, dan pemetaan wilayah risiko bencana Tsunami. Salah satu peta risiko bencana tsunami terbaik adalah “Atlas Peta Risiko Bencana Aceh (Aceh Disaster Risk Map – ADRM)’, Tsunami Disaster Management Research Center, Universitas Syah Kuala, Banda Aceh, 2011. • Penilaian kemampuan dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di daerah rentan bencana Tsunami. • Perencanaan siaga dengan membuat skenario kejadian untuk bencana Tsunami yang dibuat kebijakan penanganannya, dikaji kebutuhannya, diinventarisasi sumber dayanya yang diuji kaji dan selalu dimutakhirkan. • Mobilisasi sumber daya dengan inventarisasi sumber daya yang dimilikinya dan dari luar yang siap digunakan untuk keperluan darurat, seperti: barang pasokan kebutuhan dasar (sembako) untuk darurat bencana dan bahan, barang, perlengkapan dan peralatan untuk pemulihan rumah, sarana dan prasarana publik. • Pelatihan pengelolaan dan teknis pelaksanaan penanggulangan bencana secara berkelanjutan. • Forum koordinasi dan pertemuan berkala secara rutin, saling bertukar informasi dan menyusun rencana terpadu pada tingkat masyarakat dan jajaran pemerintah daerah.

2. Pengelolaan Tanggap Darurat Bencana

Kegiatan ini meliputi penyiapan Posko bantuan bencana darurat, tempat evakuasi, tim reaksi cepat evakuasi dan prosedur tetap.

Untuk bencana tsunami, masing-masing pemukiman perlu dilakukan dan disediakan hal-hal berikut:

• Penentuan lokasi evakuasi, jalur ke lokasi evakuasi, papan tanda menuju lokasi evakuasi, dan peta jalan menuju lokasi evakuasi. Sebaiknya setiap orang dan keluarga melakukan uji coba evakuasi dengan mengikuti jalur yang sudah ditentukan. • Penyediaan perlengkapan dan fasilitas di lokasi evakuasi. • Pembuatan pedoman prosedur evakuasi pada saat bencana Tsunami. • Pembentukan Tim SAR dan melengkapi peralatan SAR yang dibutuhkan, seperti perahu karet, peralatan komunikasi, lampu senter, pengeras suara portabel, dan sejenisnya. • Pembentukan sistim keamanan pada saat bencana Tsunami. Ini untuk memberi rasa aman kepada warga yang meninggalkan rumahnya saat bencana Tsunami sesuai panduan yang ada. • Kendaraan transportasi menuju lokasi evakuasi. Dalam tsunami, lokasi evakuasinya biasa berjarak cukup jauh dari pemukiman penduduk. Oleh karena itu, perlu disiapkan alat transporatsi untuk mengangkut pengungsi dengan cepat. • Penyediaan sarana mandi, cuci, kakus (MCK) di lokasi evakuasi. MCK untuk perempuan dan laki-laki dipisah. • Penyediaan air bersih di lokasi evakuasi. Saat ini, sudah banyak tersedia alat penjernih air yang mudah dibawa dan dipindahkan ke berbagai lokasi. Alat ini sangat diperlukan saat terjadi evakuasi karena air jernih siap pakai sangat dibutuhkan saat evakuasi. • Makanan di lokasi evakuasi. Dapur umum yang menyediakan makanan bagi pengungsi, terutama anak-anak, harus disediakan sedini mungkin. Demikian pula dengan alat-alat masak dan bahan bakunya. Tenaga relawan yang memasak biasa mudah diperoleh saat evakuasi. • Pertolongan pertama, pengobatan darurat dan obat-obatan penting di lokasi evakuasi. • Layanan medis di lokasi evakuasi. Dinas kesehatan pemerintah daerah, klinik kesehatan, dinas kesehatan TNI, pelayanan kesehatan PMI dan lembaga lainnya umumnya sudah siap sedia untuk memberi pelayanan kesehatan pada saat bencana tsunami.

3. Peringatan Dini Bencana

Untuk bencana Tsunami dapat dilakukan peringatan dini bencana. Kegiatan peringatan dini bencana Tsunami meliputi:

• Pengelolaan peringatan dini

Mengingat terdapat berbagai jenis bencana di Indonesia maka dalam perkembangannya pengelolaan peringatan dini untuk masing-masing bencana juga dilakukan oleh berbagai lembaga yang berwenang. Sebagai contoh, peringatan dini Tsunami oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika bekerja sama dengan BPBD/Satkorlak Bencana Daerah. Semua kegiatan peringatan dini tentu saja berkoordinasi dengan BNPB/BPBD, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat.

Oleh karena itu, masing-masing Badan/Dinas yang berwenang tadi melakukan sendiri dan memiliki prosedur tetap sendiri untuk hal-hal berikut:

• Pembangunan, pemasangan dan pengoperasian peralatan untuk mengamati gejala bencana tsunami. • Metode untuk menganalisa hasil pengamatan gejala bencana. • Proses pembuatan keputusan status bencana berdasar hasil analisa masing-masing badan berwenang. • Sistim penyebaran informasi hasil keputusan status bencana. • Ketersediaan alat penyebaran informasi peringatan dini (telepon, radio baterai, handy talky/HT). Semua badan dan lembaga yang melakukan kegiatan peringatan dini tersebut di atas telah melengkapi kegiatannya dengan berbagai alat penyebaran informasi peringatan dini. Untuk mendukung upaya penyebaran informasi peringatan dini ini agar dapat mencapai semua penduduk di berbagai wilayah maka diharapkan masyarakat juga memiliki peralatan ini, baik secara sendiri-sendiri maupun secara kelompok. Saat ini masyarakat juga memanfaatkan alat yang dipakai secara tradisional, seperti kentongan, bel, sirine, atau pengeras suara di mushola dan mesjid. Organisasi ORARI dan RAPI selalu siap menyebarkan informasi tentang Tsunami. • Uji coba dan latihan sistem peringatan dini.

4. Manajemen Informasi Bencana Tsunami

• Sistim informasi yang dikembangkan untuk peringatan dini bencana Tsunami khususnya yang berkaitan dengan akan terjadinya Tsunami sebaiknya dikembangkan sedemikian rupa sehingga mudah diakses, dimengerti dan disebarluaskan. Untuk ini isi dan bentuk informasinya harus: Akurat, Tepat waktu, Dapat dipercaya dan Mudah dikomunikasikan. • Masyarakat dan tiap rumah tangga harus pula memiliki informasi penting terkini berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana Tsunami, seperti daftar nama, alamat, nomor telepon orang-orang penting dan keluarga, lembaga, kantor polisi, Tim SAR, Palang Merah, Rumah Sakit, Pemadam Kebakaran, relawan yang bisa dihubungi pada saat bencana. Hal ini penting agar tiap keluarga dapat meminta bantuan kepada petugas yang berwenang atau memberi kabar tentang keadaannya setelah bencana Tsunami terjadi.

5. Gladi Simulasi Bencana

Gladi Simulasi Bencana Tsunami atau latihan simulasi kesiapsiagaan menghadapi bencana Tsunami, khususnya tentang peringatan dini dan evakuasi, harus dilakukan secara berkala dan rutin di lapangan. Gunanya adalah untuk menguji tingkat kesiapsiagaan dan membiasakan diri para petugas, dan masyarakat menghadapi bencana Tsunami.

D. PEMULIHAN: REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA TSUNAMI

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana Tsunami harus dilaksanakan dalam kerangka pengurangan risiko bencana Tsunami yang akan datang. Mengingat bahwa ancaman bahaya bencana Tsunami akan selalu ada, maka sejak awal upaya-upaya mengurangi kerentanan fisik, sosial dan ekonomi masyarakat harus dilakukan.

Oleh karena itu, setelah kejadian bencana Tsunami harus dilakukan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berusaha memulihkan keadaan masyarakat supaya bisa bangkit kembali dari keadaan keterpurukan dan dilakukan dalam kerangka PRB yang mengatisipasi terjadinya bencana Tsunami yang akan datang.

Kegiatannya antara lain meliputi:

1. Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)

Melakukan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) berdasarkan analisis risiko bencana Tsunami. Ini termasuk rencana struktur, pola ruang wilayah, dan penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana Tsunami yang telah ditetapkan lembaga berwenang dalam:

• membangun kembali dan memperbaiki lingkungan daerah bencana Tsunami dan prasarana fisik serta upaya lain untuk meminimalkan risiko bencana Tsunami yang akan datang. • membangun kembali dan memperbaiki prasarana dan sarana publik, seperti: jalan raya, jembatan, rumah sakit, sekolah, pasar, gedung-gedung kantor pemerintah dan olahraga, yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) serta pemakaian alat yang lebih baik dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana Tsunami. • membangun kembali dan memperbaiki rumah masyarakat yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana Tsunami. • menyelenggarakan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan mengenai hal-hal tersebut di atas. • menyelenggarakan pendampingan sosial, psikologi dan dukungan moral kepada korban bencana, mengadakan dan memperbaiki kehidupan masyarakat yang hancur karena bencana tsunami.

2. Meningkatkan Kemampuan Masyarakat

Pasca bencana Tsunami harus ada upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat membangun kembali dan memperbaiki rumah, gedung dan bangunan sejenisnya yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana Tsunami, yang telah ditetapkan lembaga berwenang serta sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Hal ini dilakukan berdasarkan analisis risiko bencana, yang antara lain meliputi rencana struktur dan pola ruang wilayah serta penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana Tsunami yang telah ditetapkan lembaga berwenang.

Berkaitan dengan ini, perlu mengajak masyarakat pada paska bencana Tsunami untuk:

• Tidak membangun kembali rumah dan sejenisnya di daerah rawan bahaya Tsunami. • Tidak menggantungkan kembali sumber mata pencahariannya pada kegiatan yang tidak aman dan rawan bahaya Tsunami.

Sementara itu perlu pula melaksanakan kegiatan pelatihan dan bantuan modal usaha untuk mengurangi ketergantungan masyarakat kepada sumber mata pencaharian yang tidak aman dan rawan bahaya Tsunami.

E. PENUTUP

Untuk mempercepat peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek target sasaran tentang pengurangan risiko bencana tsunami, ada banyak cara atau metode yang dapat dipakai yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan serta menarik bagi masyarakat dalam tingkat pendidikan apapun.

Kemaslah informasinya dengan menarik. Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan memberi informasi sedikit demi sedikit, santai tapi terarah. Dalam menginformasikan pengurangan risiko bencana tsunami juga dapat memanggil pembicara ahli untuk masing-masing bidang bencana ini.

Silakan kirim komentar atau pertanyaan ke:

bambanghsamekto@gmail.com